Friday, 27 May 2016

Kulit Pisang Dalam Akuaponik

Tidak dipungkiri menanam sayuran buah seperti cabe, terong di akuaponik memang lebih susah, apalagi jika jumlah ikan yang ada di kolam tidak terlalu banyak. Mungkin tanaman bisa tumbuh bahkan sampai berbunga, namun selang beberapa hari bunga akan mulai rontok dan harapan munculnya buahpun sirna, pengalaman yang pernah kami alami.
Namun semenjak mengenal informasi kulit pisang dari teman-teman atau berbagai artikel dan mencoba melibatkannya, ternyata harapan munculnya buah mulai ada. Pengalaman itu tidak hanya sekali namun berkali-kali meskipun belum maksimal. Yang terbaru, kami mencoba kembali di akuaponik ibc yang media telah kami ganti dengan batu kerikil. Kami mencoba dengan metode yang agak berbeda dan itu kami lakukan setelah banyak mengamati hasil dari cara kami menanam di akuaponik kami sendiri.

Kali ini kami menanam dengan cara seperti yang kami gambarkan dalam sketsa di bawah ini, 

Mencoba dan mencoba

Pralon bekas,  ukuran sekitar 2,5'' panjang sekitar 10 cm kami benamkan sekitar 3 cm dalam growbed. Di dalam pralon kami susun 3 lapisan yaitu, 
1. Lapisan paling bawah adalah dakron (tidak terlalu tebal) yang berfungsi untuk menahan lapisan di atasnya yaitu kascing.
2. Lapisan tengah adalah kascing yang waktu itu kami masukkan 2 genggam saja, tujuan kami untuk membantu pertumbuhan tanaman di awal tanam, tentu saja kascing yang kami masukkan adalah kascing basah.
3. Lapisan paling atas adalah kulit pisang yang kami potong kecil-kecil supaya pembusukannya lebih cepat. 

Sengaja kami tidak membenamkan pralon terlalu dalam (masih di area kering growbed) supaya akar bisa bergerak leluasa untuk mencari nutrisi dan air.
Aliran air dari filter kami arahkan di dekat pralon, supaya daerah di sekitar pralon masih basah dan akar nantinya secara alami akan menjalar ke sumber air dan nutrisi, itu dari pengalaman yang saya dapatkan terutama di akuaponik ikan koi

Dari metode ini, kami mencoba untuk menanam cabe rawit. Seiring waktu pertumbuhan tanaman cabe lumayan bagus, memang sesekali terjadi penguningan daun namun tidak parah. Setiap kali kami membuat pisang goreng, kulit pisang tidak kami buang, tapi dipotong-potong dan kami masukkan ke dalam pralon dan tanaman akuaponik yang lain.  


Penambahan kulit pisang

Seiring waktu, bunga bermunculan, awalnya memang tidak banyak, tapi sekali berbunga, bunga-bunga tersebut tidak rontok dan langsung menjadi buah. Ketika bunga mulai banyak, saya amati ada banyak bunga yang mulai rontok, bahkan untuk meyakinkan, beberapa tangkai bunga yang mulai berwarna hijau kekuningan sengaja kami sentuh untuk memastikan bahwa bunga tersebut akan rontok. 
Bunga yang rontok mungkin karena pemberian kulit pisang tidak rutin, maklum kami memberinya hanya saat kami ingin menggoreng pisang he... Tapi begitu mengetahui mulai rontok, kami coba membuat pisang goreng lagi dan kulit kami masukkan, hasilnya memang diluar dugaan, bunga dan buah yang mulai banyak bermunculan, walau masih ada yang rontok tapi sedikit. Jujur kami juga tak mengira bakal bisa sebanyak ini he...


Cabe mulai berbuah banyak.


Terlihat bakal buah yang banyak bermunculan.

Mungkin foto di atas tidak terlalu kelihatan bunga dan buah kecil yang sebenarnya banyak, tapi nanti saat buah sudah besar akan kami posting.

Ini hanya secuil pengalaman kami, coba cari sendiri artikel manfaat kulit pisang bagi tanaman dan apa yang terkandung di dalamnya, yang tentunya di internet sudah banyak sekali he...


11 Juni 2016


Ini foto terbaru dari dari tanaman cabe di akuaponik ibc, lumayan buat persediaan dapur he..



Buahnya sudah ada yang mulai menua.


Salam Hijau & Salam Akuaponik

Trimakasih..

Wana Wana






Sunday, 8 May 2016

"Akuaponik+" (Aquaponics+)

Bingung mau ngasih judul apa, karena kali ini kami mencoba mewujudkan apa yang manjadi pemikiran sebelumnya tentang kombinasi akuaponik, kompos dan juga kascing. Pada artikel-artikel sebelumnya, kami pernah berbagi pengalaman tentang kolaborasi akuaponik & vermicomposting dan akuaponik menggunakan tanah, dan hasilnya lumayan bagus menurut kami. Memang ada kendala waktu itu, pada akuaponik vermicomposting adalah wadah yang digunakan sering tersumbat sehingga harus rutin dicek setiap hari. Untuk akuaponik tanah atau kompos, kendala yang terjadi adalah wadah yang terlalu kecil dan pendek sehingga tanah cenderung becek. Kali ini kami mencoba untuk menyempurnakan dari apa yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan harapan hasilnya lebih baik dan kendala yang pernah dialami bisa teratasi. 

Kami telah membangun 3 akuaponik yaitu akuaponik ibc, akuaponik kolam koi dan akuaponik kolam fiber dan kami ingin ketiganya memiliki sistem yang berbeda, sehingga kami punya banyak pengalaman. Khusus untuk kolam fiber, kali ini kami ingin mengkombinasikan dengan kompos dan vermicomposting karena kami ingin membangun sebuah sistem akuaponik yang alami. Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, kami menyadari akuaponik tidaklah mudah, jumlah ikan dan kualitas pakan bisa mempengaruhi kesuburan tanaman dan jika kita mengatasi ketidaksuburan tanaman dengan menambahkan nutrisi luar yang tidak alami sepertinya ada sesuatu yang 'aneh'. Kami tidak ingin hal itu kami lakukan, kami ingin yang alami, dengan membentuk sistem akuaponik yang diibaratkan sebuah sungai kecil banyak ikan dan kanan kiri ditumbuhi tanaman yang subur.


Proses pembongkaran


Konsep...

Konsep kami sederhana, air dari kolam ikan kami alirkan ke bak fiber dan di bak fiber tersebut kami buat menjadi 3 lapisan, yaitu :

Lapisan 1 atau lapisan paling bawah. 
Lapisan ini kami isi dengan berbagai macam material, seperti batu krakal (ukuran besar), genting dan potongan-potongan pralon yang sudah tidak digunakan/sisa. Karena kotoran ikan mengalir ke lapisan ini, maka kami tidak mengisinya dengan material yang kecil supaya masih ada banyak rongga untuk kotoran ikan. Material, selain sebagai penahan lapisan atas juga berfungsi sebagai rumah bakteri yang diharapkan dapat mengurai kotoran yang masuk. 


Mengisi bagian bawah dengan media.

Lapisan 2 atau lapisan tengah. 
Lapisan ini kami isi dengan media arang sekam padi, tujuannya untuk menahan lapisan atasnya yaitu kompos/kascing yang berukuran sangat kecil supaya tidak ikut terbawa aliran air. Antara lapisan 1 dan 2 kami pasang jaring ikan dengan lubang yang sangat kecil/lembut supaya bisa menahan arang sekam padi.  


Lapisan tengah, arang sekam padi.


Lapisan 3 atau lapisan atas.
Lapisan atas inilah tempat kompos dan kascing kami letakkan, selain itu cacing juga kami biarkan hidup di tempat ini. Lapisan paling atas ini sebenarnya bisa disebut lapisan vermicomposting, karena kami gunakan untuk cacing hidup dan berkembang biak. Kompos yang kami masukkan akan menjadi makanan bagi cacing. Perlu diketahui, kompos yang kami beli biasanya masih kurang 'matang',  jadi tidak bisa digunakan langsung untuk menanam, untuk itulah kompos ini sengaja kami gunakan untuk pakan cacing sehingga dari kascing kami pastikan lebih aman untuk tanaman. 


Lapisan kascing & kompos


Seiring waktu, karena lapisan paling bawah adalah air, maka perlahan akan terjadi proses kapilaritas, air akan meresap naik ke lapisan sekam dan akhirnya ke lapisan vermicomposting. Dengan kondisi yang selalu basah inilah cacing akan hidup, dan dilapisan ini pula nantinya dapat ditanami berbagai sayuran karena lapisan ini banyak terdapat kascing, selain itu kita juga tidak perlu lagi melakukan penyiraman.


Cacing yang kami budidayakan.


Kascing yang kami panen.


Kascing dari sampah daun yang kami tampung.

Kami belum tahu apa yang akan terjadi, karena kami masih mencoba dan mengamati, tapi tentunya akan kami bagikan terus pengalaman ini...


12 Juni2016

Setelah 1 bulan lebih berusaha mengumpulkan tanah dari sampah daun dan setelah penuh membiarkannya sambil mengamati keadaan tanahnya, akhirnya tanaman mulai kami 'tancapkan'. Kebetulan kami sudah menyiapkan benih slada meskipun belum cukup 2 minggu namun dengan hati-hati kami berusaha memindahkannya. kami kadang iseng juga memasukkan biji bijian seperti cabe, kenikir yang ternyata sekarang tumbuh he...
Keadaan tanah selalu basah tapi tidak becek, jadi kami benar-benar tidak perlu melakukan penyiraman. O iya yang terjadi pada kolam, airnya menjadi berwarna coklat kehitam-hitaman akibat dari lapisan pupuk kandang, tapi semua ikan dalam keadaan baik-baik saja tidak ada masalah.


Harus super hati-hati memindahkan benih slada yang
masih sangat muda.


Semoga semuanya bisa tumbuh subur.




Trimakasih..



Saturday, 23 April 2016

Mengamati & mencoba menganalisa dalam menanam di akuaponik

Bulan Januari 2016, growbed akuaponik ibc dibongkar dan media tanamnya kami ganti dengan batu kerikil. Setelah penggantian kami coba tanami slada namun hasilnya sangat buruk.  Setelah slada gagal, kami coba tanam bayam, kebetulan kami menyemai dalam jumlah banyak di growbed akuaponik kolam koi. Meskipun terlihat kurang subur, tapi ada sesuatu yang justru membuat kami tergerak untuk mencoba mengamati, terlepas dari masalah minimnya sinar yang masuk ke akuaponik kami, karena sekarang akuaponik kami terhalang bangunan 2 lantai (sebelah timur) sehingga sinar benar-benar minim.  
Kami mencoba mengamati pertumbuhan bayam yang kami semai di akuaponik koi, yang kami tanam di growbed ibc dan beberapa bayam yang tumbuh sendiri di growbed akuaponik ibc. 


A. Bayam yang tumbuh subur.


B.  Bayam yang 'sekarat'.


Gambar di atas menunjukkan dua sisi yang berbeda. gambar pertama (atas) bayam terlihat tumbuh subur, tapi setelah kami coba cek(buka) terutama yang terdekat dengan aliran air, terlihat tanaman bayam menguning dan pertumbuhannya buruk sekali.  


C. Bayam di growbed ibc 


D. Bayam kecil di tengah terlihat berbeda 


E. Bayam 'thukulan' yang tumbuh subur.


Kami mencoba mengamati bayam-bayam lain yang ada di growbed akuaponik ibc. Gambar (C) adalah bayam dari semaian yang kami ambil dari growbed ember (gambar A). Pertumbuhan bayam growbed ibc lebih banyak yang menguning sebagai tanda kekurangan nutrisi, hanya beberapa yang terlihat besar dan lebih subur. Gambar D menunjukkan ada sebuah bayam kecil (ditengah) yang tumbuh sendiri tapi dari daunnya terlihat hijau. Hal yang sama juga terjadi pada gambar E, bayam yang tumbuh sendiri justru tumbuh dengan subur, jika dilihat dari warna daunnya.

Dari pengamatan gambar A, B, C, D dan E kami mencoba menganalisa. 
* Gambar A dan B menunjukkan bahwa, bayam yang jauh dari sumber air justru bisa tumbuh sangat subur, sedangkan yang berada di sekitar sumber air justru sebaiknya. 
* Gambar C, D dan E menunjukkan bahwa, bayam yang tidak kami tanam sendiri ('thukulan') yang tumbuh dipermukaan justru tumbuh dengan baik/subur, berbeda dengan bayam yang kami tanam di dalam pralon, mereka tumbuh tapi terlihat kurang subur dan cenderung daunnya menguning.

Dugaan awal kenapa bayam 'thukulan' dan bayam yang di growbed ember bisa lebih subur, karena mereka tidak tergenang air secara terus menerus. Sebagai tanaman darat kemungkinan hal itu sangat berpengaruh dalam proses penyerapan nutrisi.


F. Akar lebih dalam.


G. Akar lebih dangkal/di permukaan.

Setelah berhari-hari mencoba mengamati, dan mencoba menduga-duga, akhirnya kami mencoba mengamati lebih detail dari bayam yang kami tanam di growbed ibc, karena dari semua bayam, ada beberapa yang memang terlihat lebih subur.  Dan memang menarik, bayam yang kami tanam lebih dalam, pertumbuhannya kurang bagus, apalgi yang dekat dengan sumber air, sedangkan bayam yang kami tanam lebih dangkal pertumbuhannya lebih baik. 

Nah dari pengamatan ini kita bisa sedikit menyimpulkan sendiri mengapa ada yang subur dan ada yang tidak. Kami tak berani menyimpulkan, tapi kami hanya mencoba mengarahkan, siapa tahu ada yang mengalamai hal serupa. 
Jadi bagaimanapun teknik menanam dalam akuaponik perlu juga kita perhatikan. O iya... semua kami tanam dalam sistem pasang surut. Sementara demikian, selamat ber-akuaponik.

Salam Hijau

Wana Wana 

Friday, 11 March 2016

Belajar Memelihara Cacing

Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya niat untuk mencoba memelihara cacing dengan lebih serius 'terkabul' juga, walau sebenarnya, selama ini secara tidak langsung kami telah memelihara di pot tempat kami menanam sayuran dan juga di growbed akuaponik. 
Niat untuk memelihara cacing muncul lagi setelah sekian lama redup dan itupun 'akibat' dari kami melakukan proses pembongkaran growbed akuaponik ibc pada tanggal 11-12 Januari 2016. Waktu itu, selama proses pembongkaran kami menemukan banyak sekali cacing, rupanya mereka sudah baranak-pinak. Saking banyaknya, sebagian kami berikan ke hewan peliharaan kami, baik ayam maupun ikan yang ternyata cacing-cacing itu disantap dengan lahap he...


Proses pembongkaran growbed ibc


Cacing-cacing mulai terpojok he...


Dik Tirta mencoba mengenal cacing he...


Sebagian akan dipelihara lagi.

Dari melihat ayam dan ikan yang lahap menyantap cacing itulah, kami putuskan untuk membuatkan wadah khusus untuk cacing, dengan harapan kami dapat memanen cacing, memanen kotoran cacing dan juga cairan dari kotoran yang meresap. Cacing yang kami panen bisa untuk pakan ikan dan ayam yang tentunya kandungan gizinya pasti banyak. Kotoran cacingnya bisa kami gunakan untuk campuran media tanam sayuran di pot karena dari banyak penelitian kotoran cacing memiliki kandungan hara yang lengkap. Dan cairan yang terkumpul bisa digunakan untuk menyiram sayuran di pot.

Setelah melihat-lihat berbagai cara yang ada di dunia maya, akhirnya kami memilih memelihara dengan cara yang sederhana yaitu hanya dengan menggunakan bekas ember cat 25 kg. Jika ada yang tertarik, ini kami bagikan cara membuatnya..

Bahan 
1. 2 buah Ember cat 25 kg yang identik/sama.
2. 1 buah tutup ember cat (pasangan ember cat bahan 1).


2 ember cat dan 1 tutup.


Alat
1. Bor listrik.
2. Mata bor ukuran kecil (sekitar 2 mm).


Untuk langkah pembuatannya sangat sangat mudah yaitu,

1. Buat lubang pada tutup ember cat dengan jumlah yang banyak dengan ukuran kecil, fungsinya supaya udara bisa masuk sehingga cacing bisa bernafas. Lubang jangan terlalu besar, untuk menghindari hewan-hewan predator, jika tidak ada bor bisa menggunakan paku kecil yang dipanaskan.


Tutup ember cat yang dilubangi.


2. Buat lubang pada salah satu ember cat (ingat salah satu saja), fungsinya untuk keluar air, karena kotoran yang kita masukkan sebagian besar dalam kondisi basah.


Salah satu ember dilubang pada bagian bawah.

3. Jika tutup dan salah satu ember telah diberi lubang, pasangkan kedua ember tersebut, dengan posisi ember yang diberi lubang berada di bagian atas. 

Pemasangan ember,

4. Masukkan pupuk kandang sekitar 1/4 bagian saja supaya cacing mau tinggal dan merasa nyaman, bisa juga dicampur dengan tanah sedikit. 

5. Tempatkan wadah di daerah yang sejuk, supaya cacing benar-benar nyaman, jangan lupa diberi makan setiap hari.

Untuk makanan cacing, kami biasa memberinya sisa sayuran dapur, atau kulit pisang yang telah dipotong-potong kecil supaya cepat membusuk. Terkadang kami juga memberinya endapan kotoran ikan. O iya dari artikel yang pernah kami baca, jangan diberi makanan yang kandungan asamnya tinggi seperti jeruk dan makanan berminyak karena bisa membunuh cacing yang kita pelihara. Mungkin satu minggu sekali ember bagian atas diangkat untuk melihat apakah ada cairan di ember bagian bawah. Jika cairan sudah banyak, bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman dan jika cairan terlalu pekat bisa ditambahkan air kolam (kalo ada he..).


Cairan yang tertampung di ember bagian bawah.


Dedaunan yang jatuh ke kolam juga kami masukkan.

O iya sekarang kami sudah memiliki 3 buah wadah, karena cacing dari wadah pertama sudah terlalu banyak sehingga perlu kami pindah sebagian supaya hasil panenan juga lebih banyak he...


3 wadah cacing kami.

Demikian pengalaman kami dalam belajar memelihara cacing, semoga bermanfaat, dan maaf bila ada banyak kekurangan.

Terimakasih & salam hijau 

Wana Wana 

Friday, 5 February 2016

Pakan Alami Ikan Akuaponik Wana Wana

Salah satu upaya kami dalam membangun akuaponik adalah dengan memberi pakan alami untuk ikan-ikan kami.  Memang kami masih menggunakan pelet, tapi secara perlahan dominasi pelet akan kami geser dengan pakan alami. Pakan-pakan tersebut bisa didapatkan di lingkungan kami sendiri, karena kami sengaja menanam di pekarangan sempit kami.
Manfaat dengan pakan alami tentu banyak, akan tetapi yang paling jelas terasa adalah berkurangnya biaya pakan dan tidak lagi bergantung pada ketersediaan pakan pabrik yang terkadang sulit dicari he.... Lebih dari itu, dengan menyediakan pakan alami yang dibudidayakan sendiri, maka akan berdampak baik pula pada lingkungan kita, karena lingkungan menjadi lebih asri. Sebagai contoh daun murbei. Jika kita menanam pohon murbei, maka lingkungan kita menjadi lebih asri dan buahnya juga kita makan he...
Pernahkan kita mengkonsumsi ikan dari laut atau sungai yang belum tercemaryang hidup secara liar.. rasanya tentu lebih nikmat he.... Nah.. mungkin dengan pakan alami rasa daging ikan akan jauh lebih nikmat, dan  itu yang kami rasakan dari ikan-ikan yang diberi pakan alami.

Memang tidak banyak, hanya beberapa jenis pakan yang kami coba budidayakan dan masih dalam skala kecil, namun perlahan akan terus kami kembangkan. Beberapa pakan yang coba kami budidayakan antara lain : 

1. Duckweed.  
Bentuknya kecil seperti bintang, tapi perkembangbiakannya cepat sekali, kami coba mengembangbiakkan di filter kolam koi, jadi kami tak pernah memberinya pupuk he...


Duckweed di filter kolam koi.


Duckweed tampak dari dekat.

2. Azola
Bentuknya lebih besar dari duckweed, perkembangannya juga cepat, kami mengembangbiakkannya di wadah khusus yang selalu ter-aliri air dari filter kolam sehingga tak perlu kita pupuk azola sudah berkembangbiak sendiri dengan subur.


Azola di wadah yang selalu ter-aliri air kolam.


Wujud azola (yang hijau tua)


3. Talas
Ada banyak jenis  talas, namun jenis talas yang seperti di foto di bawah ini yang kami tanam, daunnya bisa besar jadi benar-benar mantap. Selain untuk pakan, kami terkadang juga menyantapnya dalam bentuk oseng-oseng sayur he.. Bagi yang belum tahu, perlu hati-hati karena getahnya jika mengenai kulit bisa menyebabkan gatal.



Tanaman talas.


4. Murbei.
Sebenarnya, awalnya  kami juga tidak tahu jika ikan-ikan kami mau makan daun murbei, kami hanya iseng saja. Setelah kami tahu, sekarang kami sering memberinya, apalagi pertumbuhan pohon murbei cepat sekali jadi stock yang ada sangat banyak. 


Sekali pemangkasan bisa banyak.



Daun murbei yang habis dilahap.


5. Cacing tanah
Untuk cacing tanah memang belum bagitu sering kami memberinya pakan, karena kami masih dalam tahap belajar membudidayakan secara kecil-kecilan. Semoga saja usaha kami membudidayakannya bisa berhasil dan stock pakan kami semakin beragam dan melimpah untuk ikan-ikan kami.


Cacing tanah yang kami panen dari growbed akuaponik ibc


6. Sayuran sisa.
Tidak semua sayuran yang akan kita olah dalam kondisi baik, sayuran yang terlalu tua atau kondisinya memang tidak layak terkadang diberikan ke ikan atau ayam. Lebih dari itu, sayuran seperti bunga kol, saat panen menyisakan daun-daun tua yang tidak diolah, jadi daun-daun tersebut bisa diberikan ke ikan sebagai pakan alami.


Saat panen bunga kol akuaponik, daunnya untuk ikan.


7. Dan lain-lain.
Masih ada banyak pakan alami lain yang bisa kita kembangkan, dan kita akan terus mencari dan mencoba membudidayakannya, sehingga benar-benar bisa bermanfaat lebih untuk kita dan lingkungan kita.

Sekian dulu, mari membudidayakan ikan akuaponik kita dengan pakan alami...

Salam Akuaponik.

Saturday, 9 January 2016

Perlukah Atap Untuk Akuaponik ?

Setiap kali ditanya apakah perlu atap untuk akuaponik, jawaban yang sering keluar adalah supaya tanaman tidak rusak, tidak terlalu panas dan mungkin sistem menjadi lebih awet, tapi kini, jawaban itu akan bertambah lagi seiring dengan pengalaman yang kami dapat.
Seiring banyaknya orang yang ingin belajar akuaponik, gubuk kami juga mulai banyak dikunjungi oleh pembaca yang ingin belajar akuaponik, setidaknya ingin melihat secara langsung bagaimana sistem akuaponik, karena dengan demikian akan mudah untuk membayangkan. Dari kunjungan itu, tentu tidak hanya kami yang memberikan pengalaman, namun juga sebaliknya sehingga sering terjadi tukar pengalaman meskipun tidak hanya seputar akuaponik. Dari sekian pengunjung, tidak sedikit yang ingin beralih dari petani hidroponik ke petani akuaponik sehingga kami pun bisa belajar juga tentang hidroponik terutama hal-hal teknis. Pernah suatu ketika kami berbagi mengenai fungsi atap dalam berhidroponik, namun waktu itu belum begitu menyadari, dan baru sekarang kami menyadari fungsi lebih dari atap dalam ber-akuaponik.

Musim panas tahun 2015 berjalan lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan hujan baru turun sekitar akhir bulan november dan air sumur kami sampai kekeringan, namun hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah bagi akuaponik. Saat musim panas, tanaman menjadi lebih baik karena matahari selalu bersinar tanpa terhalang mendung, hanya saja penambahan air menjadi lebih sering karena penguapan yang tinggi, namun sekali menambahkan jumlahnya tidak banyak.
Ketika hujan mulai turun kami sangat bersyukur karena itu artinya kekeringan akan segera sirna, dan sumur kami mulai terisi air lagi. Namun tak disangka, hujan awal yang turun rata-rata adalah hujan deras dan air kolam koi kami yang berada di luar langsung penuh oleh air hujan. Kami tak kawatir akan banyaknya air hujan yang masuk ke kolam koi kami, karena bertahun tahun kami mengalami hal itu dan koi kami masih tetap dalam kondisi baik, namun bagaimana dengan tanaman akuaponik kolam koi kami..?
Awalnya kami tak meyadari jika terjadi perubahan warna daun dari tanaman akuaponik kolam koi kami, karena memang proses itu berjalan secara perlahan, namun seiring waktu perubahan itu jelas terlihat. Kami mulai menyadari dan kemudian mencoba memutar kembali memori yang terjadi dengan akuaponik koi kami di tahun-tahun sebelumnya. Ada kemiripan dangan apa yang terjadi dengan tanaman kami saat musim hujan terjadi terutama dengan curah hujan tinggi, daun mulai menguning sebagai tanda pasokan nutrisi mulai berkurang. 


Kolam koi tanpa atap


Kami teringat dengan seorang pengujung yang berbagi pengalaman mengapa menggunakan atap dalan berhidroponik, salah satu alasannya adalah masuknya air hujan yang mungkin akan merubah kepekatan nutrisi dan mungkin hal-hal lain yang bisa terdeteksi dengan cara pengukuran. Dari situlah kami mulai mencoba meraba-raba, membandingkan dan menganalisa antara akuaponik kolam koi dengan dua sistem akuaponik yang lain yang kami pasang atap yaitu akuaponik kolam fiber dan akuaponik ibc. 
Akuaponik ibc dan akuaponik kolam fiber selama musim hujan tidak mengalami penambahan air hujan, jika ada penambahan itu hanya sedikit bahkan sangat sangat sedikit, sehingga tidak terlalu berpengaruh apa-apa. Sangat berbeda dangan akuaponik kolam koi, karena kolamnya memang tidak diberi atap sehingga ketika hujan, air bisa masuk dengan leluasa, bahkan saat deras, air bisa bertambah lebih dari 25% volume kolam. Kolam koi kami tidak luas, panjang kurang dari 2 meter, lebar sekitar 1,5 meter dan tinggi air antara 50-70 cm, jadi bisa dibayangkan jika hujan turun begitu deras, dan terjadi beberapa hari,  air kolam bisa seolah-olah berganti, dan pasti akan mempengaruhi keseimbangan sistem yang sudah terbentuk. 
Kami belum bisa menyimpulkan, tapi dari perubahan warna daun yang semula hijau menjadi kuning setelah terjadi hujan berhari-hari, bisa menjadi sebuah tanda bahwa air hujan dapat mempengaruhi sistem. Pengaruh itu tentu saja tergantung juga dari jumlah air hujan yang masuk ke dalam kolam. Dari pengalaman ini tentu bisa menjadi pertimbangan apakah kita membutuhkan atap dalam membangun akuaponik.       


Trimakasih
     

Saturday, 14 November 2015

Update-Akuaponik Kolam Koi II

Setelah mencoba menggunakan media arang kayu, dan mencoba memahami 'rumah' bakteri, akhirnya kami memutuskan untuk mengganti media tanam di akuaponik kolam koi. Kali ini kami mencoba menggunakan media pasir malang dan pecahan batu. 
Untuk pasir malang dari kesan pertama memang ada keunggulan yaitu ringan, seperti memiliki rongga-rongga, dan ketika dicoba mengaliri air, air dengan cepat bisa meresap dengan baik. Menggunakan media pasir malang menjadi lebih mudah dalam melakukan penanaman, selain itu melakukan pembibitan dari biji bisa langsung dilakukan karena biji tidak akan hanyut. 


Media pasir malang


Media kerikil berlapis.


Seiring waktu, kendala muncul, pasir malang mulai 'seret', di aliran masuk air menjadi tergenang akibat kotoran yang mulai menyumbat, selain itu lumut juga mulai tumbuh. Tentu ini akan menjadi masalah, sehingga mencari solusi yang lebih baik. 


Aliran air mulai terhambat kotoran
dan mulai ditumbuhi lumut.


Dari masalah yang kami hadapi dengan media pasir malang, kami akhirnya mencoba dengan lapisan berlapis dan aliran air pun kami modifikasi supaya aliran bisa langsung mengalir ke lapisan bagian bawah termasuk kotoran yang dibawanya. Media berlapis yang kami maksud adalah, 
1. Lapisan paling bawah diisi media ukuran yang agak besar sekitar 1-2 cm, tujuannya supaya endapan bisa terkumpul di lapisan bawah lebih banyak.
2. Lapisan tengah diisi media yang ukurannya lebih kecil.
3. Lapisan atas diisi pasir kasar, dalam hal ini bisa menggunakan pasir malang atau kerikil halus.

Karena sistem yang dibangun menggunakan sistem pasang surut, maka air pasang hanya menyentuh lapisan atas bagian bawah, sehingga permukaan tidak terlalu basah, dan saat disemai dari biji di lapisan atas, bisa tumbuh dengan baik. 


Lapisan berlapis


Untuk aliran air, kami memasang pipa yang bisa mencapai lapisan bawah, sehingga aliran air yang membawa kotoran halus bisa langsung mencapi lapisan bawah, dan endapan tidak lagi menghambat di permukaan.


Dipasang pipa sampai lapisan bawah, debit air
 juga bisa terlihat.


Sampai sejauh ini, untuk lapisan berlapis semua berjalan baik, tidak terjadi genangan air dan lumut yang tumbuh. Kami prediksi, memang akan ada kendala suatu saat nanti saat membongkar growbed, tapi itu biarlah menjadi sebuah cerita tersendiri nanti.




Oh..iya, untuk diketahui, adanya akuaponik, air kolam koi kami menjadi lebih jernih dan itu terjadi secara stabil, bahkan dampak panasnya elnino tak berpengaruh, air tetap jernih.


Jernih terus bertahan


Kami hanya ingin berbagi, semoga ada manfaatnya.

Trimakasih.