Monday, 26 December 2016

Update Akuaponik Sistem Sumbu (Wick System)

Seperti yang telah kami utarakan pada artikel sebelumnya  Akuaponik Sistem Sumbu, bahwa kami baru pertama kalinya melakukan pembenihan dengan media rockwall, jadi pengalaman kami masih 'nol' sehingga kami siap menerima dan belajar dari kegagalan yang akan terjadi. 
Setelah benih kami masukkan ke dalam lubang kecil di rockwall menggunakan lidi, kemudian benih kami tutup dengan plastik hitam, selang 2 hari benih mulai pecah dan berkecambah. Benih kami jemur di atap untuk mendapatkan sinar pagi. Supaya tidak kehabisan air, pada wadah diisi air kolam kira-kira sampai ketinggian 0,5 cm. 
Yah... namanya juga belajar, belum bisa memahami karakteristik rockwall. Beberapa hari kemudian beberapa tanaman justru membusuk, demikian juga biji yang mulai tumbuh ikut membusuk. Memang ada beberapa yang bisa bertahan hidup karena terselamatkan oleh kemiringan dalam kami meletakkan wadah pembenihan saat dijemur, jadi yang tidak tergenang air, bisa tumbuh baik walau hanya sedikit. 
Gagal iya... tapi saya senang bisa mendapatkan pengalaman ini. Rockwall memang memiliki sifat penyerapan air yang sangat tinggi, begitu wadah diberi air, dengan cepat rockwall akan menyerapnya. Dan dalam proses pembenihan, kebanyakan air atau menggenang justru akan menyebabkan kegagalan.

Kegagalan penyemaian pertama dan susahnya mendapatkan sinar matahari pagi membuat kami mencoba alternatif lain, sekaligus mencoba bereksperimen dengan benih.
Kali ini kami melakukan pembenihan secara langsung. Rockwall kami masukkan ke dalam netpot, dan kemudian benih kami masukkan ke dalam rockwall tersebut, jadi tidak terpisah. Kendala utama adalah cahaya pagi yang tidak kami dapatkan karena terhalang gedung, baru sekitar jam 9-10 bisa tersentuh cahaya. Kami belum benar-benar tahu apakah nantinya benih akan kutilang (kuning, tinggi, langsing) akibat kurang cahaya pagi, tapi kami harus mencoba. 
Tanggal 20 Desember 2016, tepatnya sore hari, kami memasukkan benih sawi kedalam rockwall, kami selalu mengamati apakah proses kapilaritas terjadi ketika rockwall bersentuhan dengan kain flanel sebagai sumbunya, karena kami takut benih tidak tumbuh akibat kekeringan. Selang 2 hari biji sudah terlihat berkecambah dan rockwall masih dalam kondisi basah, tahap pertama sukses he... 




Perjalanan akar dan daun...
Benih yang pertama kali disemai terpisah dan masih hidup tidak kami buang namun kami pindah bersamaan dengan kami melakukan pembenihan langsung. Kami ingin tahu apkah ada perbedaan dalam pertumbuhannya, antara semai langsung dengan semai terpisah.

Hari ke-3...
Setiap hari kami lihat perkembangannya dan hari ke-3 tepatnya tanggal 23 Desember 2016, kami dokumentasikan baik akar dan daunnya. Benih yang disemai terpisah daunnya mulai menguning sebagai tanda kurang nutrisi, bisa dimaklumi karena akar belum banyak dan nutrisi hanya diambil dari rockwall yang mungkin hanya sedikit menyerap nutrisi. Namun akar dari semai terpisah tersebut mulai menjalar menuju ke bawah, ke sumber air/nutrisi. Dari 7 tanaman semai terpisah, meskipun tidak terkena sinar matahari pagi, tapi pertumbuhan mereka terlihat normal, tidak tinggi dan langsing.



Salah satu dari semai yang terpisah.
 

Akar mulai keluar (semai terpisah)

 Untuk pembenihan langsung, biji mulai berkecambah.


Usia 3 hari.

Hari ke-4...
Benih yang disemai langsung, terlihat daun hijaunya, dan setelah kami angkat, beberapa tanaman akarnya sudah menembus kain flanel.


Akar sudah menembus kain flanel.


Daun muda sudah mulai terlihat.

Hari ke-6...
Mulai terlihat lebih jelas lagi perkembangannya dan yang membuat kami senang, apa yang kami kawatirkan dengan kutilang ternyata sampai hari ke-6 ini belum terjadi.
Di bawah ini foto beberapa tanaman yang disemai terpisah, daun sejati terlihat menguning, dan akar sudah mulai banyak menembus kain flanel.






Akar sudah banyak yang menembus kain flanel.


Di bawah ini foto tanaman yang disemai langsung, terlihat pertumbuhannya normal dan rata rata akar sudah  menembus kain flanel.


Terlihat normal




Akar yang menembus kain flanel.


Penampakan hari ke-6,
21 Januari 2017

Sepertinya proses pertumbuhan tanaman dengan sistem sumbu apalagi dengan wadah yang cukup dalam memang sangat lambat, karena tanaman yang sama yang ditanam di tanah sudah besar. Jika kami amati, akar menjalar menyusuri kain flanel untuk bisa masuk ke dalam air, sedangkan kain flanel arahnya melengkung tidak tegak lurus sehingga perjalanannya semakin 'jauh' yang tentunya membutuhkan lebih banyak energi. wadah yang kami gunakan untuk menampung limpahan dari air kolam juga cukup dalam yaitu 40 cm, jadi endapan dan nutrisi kemungkinan berada di bagian dasar kolam, dan untuk menjangkaunya tentu butuh waktu dan energi lebih banyak. mungkin itu pula yang menyebabkan pertumbuhannya begitu lambat. Dengan umur sawi yang pendek dan sekali panen tentu hal ini kurang baik.
Percobaan pertama ini dengan tanaman sawi bisa kami katakan akan gagal, berikutnya mungkin kami akan mencoba tanaman kangkung yang memang bisa panen berkali-kali sehingga perakaran akan lebih baik.


     
Umur 13 hari, masih terlihat kecil.


Umur 19 hari, terlihat belum berubah.


Umur 19 hari, terihat kurang subur.


Akar mengikuti jalur kain flanel.

Meskipun nantinya gagal, tetap ada banyak ilmu yang bisa kami dapatkan, terutama bagaimana akar itu berjalan, dengan mencoba lagi pasti akan medapatkan ilmu yang lebih lagi.

Trimakasih...

Monday, 12 December 2016

Akuaponik Sistem Sumbu (Wick System)

Dengan menerapkan tanah dalam akuaponik, harapannya supaya tanaman bisa tumbuh lebih subur. Dan memang itu berhasil meskipun hanya tanaman bayam, seledri namun bisa tumbuh besar seperti di tanah, bahkan lebih subur. Sebenarnya ingin sekali menanam bawang merah dan sayuran buah lain, tapi karena cahaya yang sekarang minim niat itu kami urungkan. 
Dengan berat hati akhirnya kami membongkar tanah yang ada di growbed fiber, tapi itu harus kami lakukan mengingat minimnya cahaya, kami ingin menggantinya dengan tanaman sayuran daun. Selama proses pembongkaran seperti ada yang aneh, cacing yang dulu banyak ternyata hilang, bahkan hanya beberapa ekor. Kami jadi ingat dengan kadal, karena setiap hari pasti ada di growbed ini, jadi bisa dianggap sebagai 'tersangka' utama mengapa cacing hampir tidak ada lagi.  Kadal termasuk predator bagi cacing, kami pernah melihat kadal sedang menyantap cacing tanah dengan lahapnya, bahkan saat kami melakukan aktivitas bongkar tanah, kadal sering 'membuntuti', berharap ada cacing yang bisa disantap he...


Growbed setelah dibongkar.


 
Media hasil bongkaran, cacing entah kemana?.


Seledri yang tumbuh sangat subur terpaksa dipindahkan.


Setelah pembongkaran selesai, kami bingung, sistem apa yang akan kami gunakan dalam menanam. Awalnya kami akan mencoba sistem rakit apung dengan gabus atau styrofoam, tapi kami kesulitan mencari penjual di sekitar kami, jika ada itupun sangat jauh sehingga susah untuk membawanya pulang. Kami mencoba alternatif lain dengan mengapungkan bambu dibantu botol plastik bekas. Pengapung sudah jadi, tapi ternyata jika dilanjutkan akan banyak bambu panjang yang digunakan sementara bambu yang ada sangat terbatas, selain itu kami akan kesulitan mengikat netpot satu persatu pada bambu, belum saat panen akan kesulitan untuk melepasnya.
 
Desain awal tanpa cd/dvd

 
Setelah hampir seminggu terdiam mencari ide, akhirnya menemukan ide dengan memanfaatkan cd/dvd bekas yang kebetulan sangat banyak di rumah. Dengan meletakkan netpot di cd/dvd tentu kami tidak perlu mengikat, dan saat panen pun tinggal mengambil begitu saja. Kemampuan cd/dvd yang dapat memantulkan cahaya harapan kami bisa menambah intensitas cahaya sekaligus mengusir hama yang sering berada atau sembunyi di bawah daun. 
Dan kali ini, sistem yang kami gunakan adalah sistem sumbu atau wick system. Wick System atau sistem sumbu merupakan teknik sederhana yang menghubungkan nutrisi dan media tanam dengan perantara sumbu. Air dan nutrisi akan sampai ke akar tanaman dengan memanfaatkan prinsip daya kapilaritas air. Cara kerjanya mirip kompor minyak tanah.

Idenya...
Idenya sangat sederhana, cd/dvd kami gunakan untuk meletakkan netpot, jadi netpot menggantung di cd/dvd, sedangkan cd/dvd mengantung pada sepasang bilah bambu yang kita atur sedemikian rupa. Ujung bambu diletakkan di bibir growbed supaya tidak jatuh, dan supaya bambu tidak bergerak menyempit atau melebar saat kesenggol maka perlu kita tambah bambu melintang di ujung bambu panjang tersebut. 


Ide dasarnya


 Cara melubangi cd/dvd 
Kami awalnya sempat bingung bagaimana cara melubang cd/dvd supaya netpot bisa masuk, karena bagian tengah dvd sudah berlubang dan cukup besar sedangkan mata bor cukup kecil. Sempat akan mencoba menggunakan besi dipanaskan tapi tentu akan lebih lama. Akhirnya kami mencari ide lagi dan ketemu cara seperti gambar di bawah ini. 


Cara melubangi cd/dvd.
 

Peralatan untuk melubang cd/dvd.

Dengan menggunakan balok kayu tebal, kita letakkan cd/dvd di atasnya, kemudian 3 atau 4 sisi ujung cd/dvd kita tancapkan paku sebagai patokan biar lebih mudah peletakan cd/dvd-nya. Balok di tengah lubang cd/dvd  kita bor yang nanti digunakan sebagai pijakan mata bor agak tidak goyah. Dalam hal ini kita akan melubangi cd/dvd dengan menggunakan hallsaw sesuai ukura netpot. Supaya dc/dvd tidak ikut berputar saat dibor, maka kita perlu siapkan kayu balok untuk menekan.



Nah begini tampak dari samping.



Tampak dari atas.

Proses dalam melubangi ternyata tidak lama hanya butuh waktu beberapa detik saja untuk 1 cd/dvd, jangan lupa karena cd/dvd itu berupa plastik jadi terkadang ada loncatan plastik yang panas bisa mengenai kaki, jadi harus hati-hati.  

Setelah selesai melubangi dvd, ada pekerjaan yang lebih berat yaitu membuat tempat untuk dudukan cd/dvd yang terbuat dari bambu, kami tidak perlu menjelaskan karena sebenarnya mudah hanya perlu kehati-hatian karena bambu itu tajam.


Proses perakitan bambu.

Kalo semua sudah siap, bambu tinggal diletakkan di atas kolam cd/dvd sekaligus netpotnya tentu saja diatur supaya rapi. O iya.. supaya pemukaan rata, karena kadang bambu ada yang melengkung, kami pasang besi cor di tengah tengah, jika ada yang melengkung ke bawah kita ikat dengan kawat. 


Memasang sumbu



tinggal meletakkan di atas bambu


Tanaman tinggal dimasukkan ke netpot.

Pembenihan

Setelah semua siap, tahap berikutnya adalah pembenihan. dalam hal ini kami memilih melakukan pembenihan di luar sistem, hal ini karena cahaya pagi tidak pernah sampai di tempat penanaman ini, baru sekitar pukul 10, sinar matahari bisa 'menyentuhnya'. Jika kami paksakan tetap melakukan pembenihan langsung, yang kami takutkan tanaman akan tumbuh kurus, tinggi, dan langsing alias 'kutilang'.
Jujur ini adalah pembenihan pertama kali yang kami lakukan dengan media rockwall, jadi kami benar-benar masih 'nol' pengalaman, berbeda dengan pembenihan dengan media tanah yang sering kami lakukan. Kami belum benar-benar memahami, jadi kami sudah siap gagal dan belajar dari pengalaman ini. 



Kami menggunakan media rockwall.


Bersambung di sini

Sunday, 27 November 2016

Puternya Wana Wana

Sesuai nama blog ini 'wana wana' yang artinya hutan, kami ingin membuat pekarangan kami, walau kecil, tapi bernuansa hutan, dengan banyak pohon yang memberikan kesejukan, kolam akuaponik dengan suara gemericik seperti sebuah sungai dan hewan piaraan dengan tingkah lucu dan suara khasnya. 
Dan sekarang, keluarga kami bertambah lagi yaitu sepasang burung puter. Kehadiran burung puter membuat susana pekarangan kami menjadi lebih hidup, karena suara khasnya sering terdengar tanpa kenal waktu yang membuat suasana menjadi lebih nyaman.
Kami memelihara puter karena terbawa suasana di desa, di tempat eyang kami semasa kecil. Saat liburan sekolah, kami sering menghabiskan waktu di tempat eyang/simbah di Gunung Kidul, ada secuil kenangan dimana saat bangun pagi, di celah dinding gedek, sinar matahari menembus hingga terlihat begitu indah, bahkan terlihat jelas butiran debu yang beterbangan dan lebih dari itu, dari balik dinding gedek itu pula, terdengan suara burung puter   kuk gerukkkk kook... kuk gerukkkkk kook... Suasana itu benar-benar terekam sampai saat ini.   
Kami membeli burung puter dari seorang teman, harganya waktu itu Rp200.000,- sepasang, mungkin terbilang mahal, tapi tak apalah yang penting kami suka he... Awalnya kami pelihara di kandang kecil, tapi lama-lama merasa kasihan karena geraknya terbatas, tidak bisa terbang kesa kemari dan setiap kali bertelur, telurnya pecah. Pernah kami buatkan tempat khusus dan telurnya dierami tapi setelah menetas mati. 
Nah sekarang, dengan modal kurang lebih sekitar Rp300.000,- kami membuat kandang polier, memanfaatkan sisi timur rumah kami yang tersisa. Pengerjaan memang lama, karena mencari waktu luang tapi pada akhirnya bisa selesai he...


Memang susah mengerjakan sendiri karena bukan ahlinya
 tapi puas he..

Ada hal hal yang menarik yang kami ketahui dari puter setelah memeliharanya, antara lain:
1. Membedakan puter jantan dan betina dari ciri fisik luarnya ternyata sangat susah, sampai sekarang kami belum menemukan he..
2. Saat mengerami telur, baik jantan dan betina ternyata bergantian, kami pernah melihat langsung saat mereka bergantian untuk mengerami.
3. Baik jantan dan betina, keduanya bisa manggung, jadi saat semua manggung bersama terdengar sangat menyenangkan.
4. Burung puter termasuk jinak dan bersahabat, kami pernah mencoba memberi makan menggunakan tangan istilah kerennya handfeeding kalo gak salah, mereka mau mendekat dan makan biji yang ada di tangan.
5. Puter manggung tak kenal waktu, bahkan pagi dini hari pun akan manggung, dan itu sering terdengar. 
6. Telur burung puter selalu 2 biji, tidak kurang tidak lebih, tapi keluarnya tidak di hari yang sama.
7. Akan diisi kalo sudah menemukan hal unik yang lain he.... 



Tirta anak kami pun senang bisa bermain
dengan burungnya dengan leluasa


Menyenangkan rasanya, mereka berani mendekat.


Selang beberapa hari setelah burung kami pindah ke kandang, akhirnya betelur lagi, kali ini kami berharap bisa menetas. Ada yang unik, setelah bertelur, burung pasangannya terbang ke sana kemari mencari dedaunan kering untuk digunakan sebagai sarang, mengetahui hal itu, kami coba masukkan rumput ke kandang dan membiarkan burung tersebut memilihnya sendiri.


Salah satu burung mencari rumput untuk sarang.


Puter dan telurnya.


Harapan kami supaya telur menetas sangat tinggi, untuk itulah setiap hari kami memastikan telur masih ada dan dierami. Ternyata harapan itu memang menjadi kenyataan, pada tanggal 23 november 2016, terlihat anakan burung puter, tapi masih satu, selang dua hari kemudian baru terlihat anakan yang lain. Jika dihitung mulai dari awal kami melihat telurnya dan awal kami melihat anakan puter dari telur yang menetas pertama, kira kira lebih dari 15 hari, dan jarak antara telur pertama dan kedua menetas sekitar 2 hari. Tentu kami sangat senang karena burung puter kami bertambah banyak.


Selamat datang puter kecil. 


Mereka berdua bersama sama menjaga anaknya.

4 Desember 2016


Melihat perkembangan anakan puter ternyata menyenangkan, sama seperti saat mengikuti perkembangan ayam. Ada hal yang selama ini menjadi pertanyaan yaitu, bagaimana induk puter memberi makan anakan puter yang baru menetas ?. Setelah banyak membaca, akhirnya terjawab, bahwa memang ada yang namanya air susu tembolok yang diberikan ke anaknya untuk beberapa hari sebelum akhirnya perlahan diberi biji-bijian lembut/kecil oleh induknya. Jawaban tersebut membuat lega, karena selama ini kawatir anakan puter tersebut tidak bisa makan he... 
Oh. iya, sekarang tempat tidur anakan puter lebih nyaman, karena beberapa hari yang lalu saat memangkas pohon nangka di depan rumah, tak sengaja ada sarang burung. Sebenarnya kasihan, karena induk burung emprit tersebut akan mencari, tapi terlanjur dan tak terlihat sebelumnya. 
Perkembangan anakan burung puter ternyata cepat sekali, karena baru berumur kira-kira 7 hari, bulu2 kecil sudah mulai banyak terlihat. Akhir-akhir ini induk sudah mulai sering keluar, tidak seperti sebelumnya yang selalu menjaga anakan puter setiap waktu.


Anakan puter umur 7 hari.

Semoga puter puter kecil bisa bertumbuh dengan baik, dan menjadikan 'wana wana' semakin rame dan kami bisa hidup berdampingan untuk saling memberi... he...

Keluar sarang

Setiap hari kami tengok walau terkadang hanya sekedar memberi makan dan minum, perkembangan anakan puter memang cukup cepat, hingga tanggal 23 Desember 2016 kami menemukan anakan puter sudah ada di bawah, tidak di sarang lagi. Jika dihitung dari menetas sampai keluar sarang, kira-kira 20 hari, ternyata cepat he... 

Sehari sebelum keluar sarang
Hari pertama mereka keluar sarang
Anakan puter 1



Anakan puter 2



Dan ini penampakan puter setelah umur 3 bulan kurang 10 hari, mereka sudah bisa terbang ke sana kemari, tapi belum terdengar suara merdunya he...








Salam Bahagia

Wana Wana



Saturday, 5 November 2016

Update_Akuaponik Wana Wana

Tidak dipungkiri, musim kemarau yang seharusnya banyak sinar justru terjadi sebaliknya, bahkan hampir setiap hari hujan lebat terjadi, dan bulan oktober yang seharusnya baru mulai masuk musim hujan, justru sudah banyak terjadi banjir dan tanah longsor dimana-mana. 
Bagi kami yang hobinya berkebun tentu sangat terpengaruh, karena aktivitas menjadi terbatas, lebih dari itu, tanaman yang ditanam akan mudah terserang hama dan penyakit. Tapi itulah alam, yang penting kita berusaha menjaga baik-baik lingkungan kita dengan banyak menanam. 
Aktivitas kami benar-benar terbatas untuk merawat tanaman, sepulang kerja yang biasanya langsung ke kebun sekarang benar-benar harus terdiam di dalam rumah, namun kami masih beruntung, bisa menikmati panen walau tak banyak alias terbatas he...  

Akuaponik kolam ibc...

Tanaman seledri masih mendominasi untuk akuaponik kolam ibc, saking banyaknya, kami bagikan ke teman kantor dan tetangga, sekalian menularkan virus menanam he... Beberapa tanaman terkena entah jamur atau apa yang menyebabkan busuk batang dan akar, beruntung tidak semua sehingga masih tersisa dan cukup bahkan lebih untuk kami nikmati.


Seledri akuaponik kolam ibc.

Selain seledri kami menanam juga kobucha, walau sepertinya akan gagal, karena lokasi growbed ibc yang satu ini benar-benar sangat minim sinar akibat tembok 2 lantai milik tetangga di bagian timur dan pohon jeruk pecel yang tumbuh tinggi. Tanaman kobucha sudah berbuah walau kecil, namun sepertinya tidak akan pernah besar dan rencana akan kami ganti dengan tanaman pare. Kami menanam kobucha juga karena kebetulan saja, waktu itu kami beli dan biji kami buang di pot, ternyata tumbuh dan kami pindah di akuaponik ibc.

Tanaman kobucha, yang daunnya terserang seperti jamur.

Untuk ikan semua dalam kondisi sehat, seperti biasa kami mengambil disaat ingin menyantapnya. Dan sekarang, ada yang beranak di tong pengendapan, sengaja kami biarkan, karena biasanya setelah agak besar akan masuk ke kolam utama dengan sendirinya tanpa kami harus memindah. 
Sudah hampir 8 bulan sejak pembongkaran untuk penggantian media tanam, kolam tidak pernah kami kuras sedikitpun dan semua baik adanya, itulah salah satu kelebihan akuaponik dengan menggunakan filter he...


Akuaponik kolam fiber...

Akuaponik kolam fiber atau sekarang kami sebut akuaponik +( karena ada bagian bak yang menggunakan tanah) saat ini sedang tidak banyak tanaman. Belum lama kami memindahkan sawi dari semaian ke pralon yang menggunakan sistem dft namun semua habis dimakan tikus, yah.. sedikit agak kecewa he...  
Untuk bak yang menggunakan tanah, kami menambahkan media arang sekam di bagian atas, tapi sayang karena terlalu tebal, lapisan atas justru benar-benar kering, pernah mencoba menanam bawang merah justru kering karena sama sekali tak tersentuh air. Untuk sementara kami gunakan dulu untuk menanam ubi dan berharap bisa memanennya he... 


Bak penanaman masih kosong hanya beberapa
ketela dan seledri yang tumbuh sangat subur.

Selain bak tanah, akuaponik kolam fiber juga memiliki growbed lama dan sekarang kami tanami bayam, sedikit kangkung dan daun mint. 


Growbed lama yang masih berfungsi baik.

Dan untuk growbed talang, sekarang kami manfaatkan untuk tanaman azola dan duckweed, karena bagaimanapun mereka tetap penting, apalagi saat kehabisan pelet he...


Azola dan duckweed
Memang secara alami sebuah sistem secara perlahan akan melakukan penyeimbangan diri, dan jika dari pengamatan kami, kolam fiber sekarang benar-benar jernih dan ikan terlihat sangat sehat.


Akuaponik kolam koi...

Tanaman tomat chery yang kami banggakan sudah sirna, dan semantara growbed kami diamkan. Untuk growbed yang lain, sebenarnya ada beberapa tanaman, seperti cabe dan tomat yang baru tumbuh, tapi karena perkembangan ubi jalar yang tak terkendali, akhirnya mereka 'kalah'. Sengaja kami menanam ubi jalar, karena kami telah merasakan enaknya rasa dari daun ubi tersebut dalam bentuk masakan. Jadi tujuan utama kami menanam ubi tersebut untuk kami ambil daunnya, namun jika bisa keluar umbinya ya kami akan sangat senang he...


Perkembangan ubi jalar yang tak terkendali.

Kebetulan kami pernah melihat foto para pekebun entah di negara Thailand atau mana, yang menanam ubi jalar secara unik. Pohon utama di tanam di bawah entah secara hidroponik atau dengan media tanah, kemudian tanaman tersebut menjalar ke atas seperti tanaman anggur. dari analisa atau pengamatan kami terhadap foto tersebut (semoga tidak salah), supaya keluar umbi, mereka menggantungkan ember berisi tanah dan membiarkan tanaman tersebut menjalar ke ember tersebut sehingga akar yang masuk ke ember berisi tanah tersebut akan menghasilkan umbi. 
Kami pun mencoba, yang pertama dengan menjalarkan ke ember yang kami isi dengan pasir malang dan yang kedua menjalarkan ke wadah yang berisi tanah. Dan memang dari akarnya terlihat mulai membesar, tapi entah akan menjadi umbi atau enggak, kami juga masih penasaran, kita tunggu ya he...

Bagimana dengan kolamnya... ikan masih sehat dan kolam dalam keadaan bening walau hampir setiap hari diisi air hujan sampai air kolam luber he... 


Air yang selalu jernih.


Salam Akuaponik dan Salam Hijau...

Wana Wana