Saturday 23 September 2017

Akuaponik Dusun Kasuran

Kasuran adalah sebuah dusun yang terletak di kabupaten sleman, konon dusun ini memiliki cerita misteri yang terkait dengan nama dusun tersebut. Kebetulan saya pun baru tahu cerita tersebut sehari setelah selesai pembuatan akuaponik di dusun tersebut, itupun karena ingin mengetahui rute perjalanan terdekat ke dusun tersebut melalui internet. Mungkin jika tahu sebelumnya, pasti akan saya tanyakan  mengenai cerita tersebut ke salah satu warga.
Pembuatan akuaponik di dusun Kasuran merupakan program pengabdian masyarakat melalui Tanoto Scholars Association oleh mahasiswa/i UGM, khususnya penerima dana beasiswa dari Tanoto Foundation. Dan Wana Wana yang kebetulan berlokasi di Jogja dan dekat UGM pula, diajak oleh teman-teman untuk membantu. Karena bagaimanapun, akuaponik masih asing bagi sebagian besar masyarakat termasuk teman-teman mahasiswa/i. 
Memang awalnya program akuaponik masih sebatas ide, setelah ada kabar bahwa program akuaponik disetujui, barulah kita mulai sering berkumpul. Kita membahas banyak hal mulai dari mencari dusun, bagaimana cara kita menyampaikan kepada masyarakat, sistem apa yang dipilih, termasuk teman-teman mahasiswa harus memahami apa itu akuaponik, dan masih banyak lagi.


Makan dulu sebelum diskusi dilanjutkan.
 
Setelah melalui proses, akhirnya dusun Kasuran yang menjadi pilihan. Kebetulan  teman teman Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma juga melakukan kegiatan di dusun tersebut dalam jangka waktu yang lama sehingga, setelah pembuatan percontohan akuaponik selesai, bisa dilakukan pemantauan secara terus menerus. 
Dusun telah ditentukan, proses berikutnya mencari lokasi percontohan  di dusun tersebut. Lokasi yang dipilih tentu tidak asal. Pertama, kita ingin memilih rumah salahsatu warga yang memiliki kolam ikan. Kolam dan ikan adalah komponen utama, pemikiran kami, warga yang memiliki kolam dapat dipastikan suka dengan ikan jadi diharapkan mau untuk merawat. Berikutnya, lokasi tempat penanaman harus berada di tempat terbuka dan terkena sinar matahari, karena hal itu sangat penting untuk pertumbuhan tanaman.  
Setelah teman-teman mahasiswa melakukan survei lokasi, akhirnya ditentukan pembuatan akuaponik berada di salah satu rumah warga yang kebetulan baru saja membuat kolam di samping rumah. Secara kebetulan juga, halaman depan rumah cocok untuk dijadikan lokasi penanaman. 

Pembuatan desain 
Pembuatan desain akuaponik, proses yang sebenarnya sulit menurut saya, karena kita harus menumpahkan ide ide supaya akuaponik dapat berdiri dengan baik dan bermanfaat, bukan malah menimbulkan masalah.
Sebelum membuat desain, data dikumpulkan terlebih dahulu, mulai dari bentuk kolam, ukuran kolam, bangunan di kanan kiri kolam, aktivitas yang sering dilakukan di sekitar kolam, luas lokasi penanaman, jarak penanaman dari kolam dan masih banyak lagi, termasuk mengumpulkan beberapa foto lokasi. 
Ada sebuah data yang agak sedikit mengagetkan dari yang diperoleh teman-teman, yaitu ketinggian kolam.  Data yang didapat, ketinggian kolam 55 cm, tapi tinggi air di kolam mentok hanya bisa sampai 35 cm saja, karena salah satu dinding kolam ada lubang ventilasi, yang oleh pemiliknya sengaja tidak ditutup  😃.  Dengan kondisi air yang cukup pendek, kami agak kesulitan bagaimana menentukan bahan terutama untuk filter, karena kolam tersebut rencana akan diisi ikan lele, dan lokasi sekitar kolam dicor.
Data lain yang membuat kami harus berfikir lebih adalah, jarak kolam ke lokasi tanam agak jauh sekitar 3 meter. Area di sekitar kolam dan lokasi tanam dicor dan dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari.  Kami harus membuat jalur pipa yang sedikit rumit supaya tidak mengganggu aktivitas di sekitar lokasi tersebut.


Gambar desain

Di atas ada gambar desain yang coba kita buat, mengapa kita membuat seperti itu ?. Saya coba jelaskan mengapa seperti itu, tentu dari kacamata kami.
Luas kolam sekitar 2 m x 1,5 m dan tinggi 55 cm, tapi air hanya sampai 35 cm. Karena kolam akan diisi lele yang kotoran cenderung banyak, maka disediakan 2 buang tong filter yang ditidurkan, kami tidak menggunakan ember cat 25 kg karena menurut kami kurang maksimal mengingat ketinggiannya, jadi kami lebih memilih jalur panjang untuk pengendapan. Jadi selama air melewati tong pengendapan yang agak panjang diharapkan kotoran ikan akan mengendap.
Jalur pipa jika dilihat dari gambar harusnya bisa dibuat lurus, kenapa berbelok-belok?. Lokasi di depan kolam semuanya dicor, dan digunakan untuk aktivitas, kami tidak mungkin memboboknya. Kami menggunakan pipa ukuran 2", ukuran yang tidak kecil, hal ini tentu akan mengganggu jika dipasang secara sembarangan.
2 tong berwarna biru kami gunakan untuk biofilter. Ada dua kemungkinan atau pilihan. Kemungkinan pertama, Biofilter1 dan 2 diletakkan di bawah (sejajar) dan untuk mengalirkan air ke tanaman langsung dari pompa. Kemungkinan ke-2, biofilter1 di bawah dan biofilter2 diletakkan di atas, karena kebetulan ada tembok yang bisa dimanfaatkan. Air dari biofilter1 dialirkan ke biofilter2 menggunakan pompa dan untuk mengalirkan air dari biofilter2 ke tanaman dengan menggunakan salah satu sifat air. Kemungkinan pertama dipilih jika pompa ternyata tidak mampu menaikkan air dari biofilter1 ke biofilter2, karena tembok agak tinggi.
Kami sengaja menambah lagi tong ke-3 untuk menampung aliran air dari tanaman. Hal itu karena jarak yang agak jauh dari kolam, sehingga dapat memperkecil kemungkinan adanya masalah penyumbatan.
Air yang masuk ke kolam (IN) atau dari tanaman dan air dari kolam yang masuk ke pengendapan (OUT) dibuat bersebrangan. Tujuan kita supaya kotoran yang ada di kolam sebanyak mungkin bisa terdorong menuju pipa yang menuju ke bak pengendapan (OUT).
Kami memilih menanam dengan sistem aliran atas, karena cara ini lebih sederhana dan mudah dipahami, selain itu banyak tanaman bisa ditanam dengan teknik ini. Tujuan awal adalah mengenalkan sistem akuaponik dan manfaatnya, jika kami membuat terlalu rumit tentu kurang diminati, jika nanti berhasil dan ingin lebih tentu bisa mengembangkan sendiri.


Praktek

Proses pembuatan tidak mungkin dilakukan dalam waktu 1 hari, karena yang kita buat bisa dibilang sistem yang lengkap, selain itu, teman-teman tidak semua terbiasa mengerjakan hal ini.
Setelah semua bahan terkumpul, pada hari Kamis, 7 September 2017, kita berkumpul di rumah wana wana untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, sehingga nanti di lokasi kita tinggal merangkainya. Proses pengerjaan membutuhkan waktu lumayan lama, sekitar pukul 9.00 pagi dimulai dan berakhir sekitar jam 18.00 sore. Proses yang menguras banyak tenaga tapi menyenangkan karena dilakukan bersama-sama.


Membersihkan drum sambil ngobrol.
 

Mas Rio Palembang menyiapkan tong pengendapan

Mas Surya  & Sapto menyiapkan growbed.

Mbok Tika Bali memperhalus lubang.

Mbak Woro Jambi mengukur pipa.

Pemasangan di tempat lokasi.

Pada tanggal 17 September 2017, kita melakukan proses pemasangan. Proses ini yang membuat jantung selalu dag dig dug, khawatir apa yang telah direncanakan dan dibuat ternyata tidak bisa berjalan sesuai fungsinya alias gagal. Jujur saya pribadi sendiri merasakan hal itu, entah teman-teman yang lain he....
Dari keseluruhan sistem, ada satu 'titik' yang paling membuat kawatir yaitu pipa U yang menghubungkan kolam dan bak pengendapan, apakah berhasil mengalirkan air dari kolam ke bak pengendapan. Selama berakuaponik memang sering menghadapi masalah pengairan, tapi dari situlah saya bisa mendapatkan banyak pengalaman. Tapi khusus yang satu ini, saya belum pernah mencoba, mengalirkan air dari kolam ke bak pengendapan dengan sistem bejana berhubungan. Untuk mengantisipasi kegagalan,  sebelumnya di rumah wana wana, kami bersama sama melakukan percobaan dan berhasil.


Ibu ibu ikut membantu


mengisi air manual


Bu dukuh ikut nimbrung


Pemipaan


Merapikan growbed

Selama proses pemasangan, kita dihadapkan pada situasi yang kurang menguntungkan. Waktu itu, di lokasi sangat panas, tuan rumah sedang keluar sampai sore hari sehingga tidak ada listrik dan air, selain itu ternyata, permukaan tempat pemasangan bak pengendapan tidak rata sama sekali padahal dicor he....
Dalam proses pemasangan, tidak semua berjalan mulus, seperti beberapa kejadian dimana ada beberapa lubang yang salah posisi sehingga harus di bor lagi, ada pipa yang sudah terlanjur dipotong ternyata kurang panjang, bagian pengendapan masih bocor dan masih banyak lagi. Tapi, berkat teman-teman yang mau terlibat dan saling membantu, bahkan ibu-ibu rt setempat, akhirnya masalah-masalah tersebut bisa diatasi.
Selesai pemasangan, kami tidak bisa melakukan ujicoba karena tidak ada aliran listrik. Tidak hanya listrik, aliran air juga tidak ada, padahal ketinggian air kolam harus ditambah sampai maksimal. Untuk masalah air diatasi dengan mengambil di tempat ibu dukuh yang jaraknya lumayan jauh dengan menggunakan tong biru besar dan dibawa dengan sepeda motor. Memang agak rumit tapi harus dihadapi he....
Meski tidak bisa melakukan ujicoba, karena tidak ada aliran listrik, paling tidak kami harus mencoba mengalirkan air dari kolam ke bak pengendapan, dan ini adalah proses yang ditunggu-tunggu, karena harus dipastikan bagian ini berhasil. Pipa U sebagai penghubung kolam dan pengendapan diambil dan diisi air sampai penuh, lalu ditutup dengan plastik dan diikat. Pipa U lalu dipasang dengan posisi U terbalik, satu ujung di kolam dan ujung lain di bak pengendapan, plastik penutup dibuka secara bersamaan dan wusssss......... Akhirnya air dari kolam berhasil mengalir deras ke bak pengendapan. Bak pengendapan pertama mulai terisi, kemudian mengalir ke bak 2 dan begitu sampai di biofilter terdengar krucuk-krucuk....ah... lega rasanya. Saat itulah terasa seperti meneguk air disaat dahaga he....
Kita kembali bersemangat meski sempat mengendur dan menyelesaikan apa yang bisa didelesaikan saat itu juga, termasuk menanam benih sayuran yang sudah terlanjur dibawa, meski sistem belum berjalan he...


Tampak dari samping


Penanaman, demi menyelamatkan benih.


Tampak depan


Untuk kenangan
  





Banyak teman, banyak saudara, banyak ilmu dan pengalaman berharga itulah yang kami dapat dan rasakan.

****
Untuk tambahan, berikut kami tambahkan rincian total biaya yang khusus untuk akuaponik, tentu masih bisa diperkecil, seperti jumlah tong untuk filter, dll.  Tentu biaya tersebut tidak mutlak karena ada banyak hal yang mempengaruhi besar kecilnya biaya, seperti misalnya lokasi penanaman yang jauh dari kolam sehingga membutuhkan pipa yang lebih banyak. Semoga rincian biaya ini bisa bermanfaat.





Salam Hijau
Wana Wana

Sunday 10 September 2017

Menanam Bawang Putih Akuaponik

Sejak eyang buyut tinggal bersama kami, kami sering ngobrol tentang masa lalu terutama disaat liburan panjang sekolah, dimana saya sering ikut eyang buyut (simbok) ke ladang. Saat ikut 'simbok', saya lebih banyak bermain seperti mencari ikan atau jangkrik he... Masa kecil di desa sungguh sangat menyenangkan.
Pada suatu hari, kami ngobrol tentang tanaman bawang, tepatnya bawang putih. Simbok bercerita, dulu beliau sering menanam bawang putih dan hasilnya bagus-bagus. Cerita itu mengusik pikiran saya, karena yang saya tahu, daerah simbok adalah daerah pegunungan kapur yang terkenal dengan daerah yang sulit air, tanahnya merah, banyak batu kapur dan panas. Memang sempat terlintas dalam ingatan saya di masa lalu waktu ikut menyiram sayuran di ladang, ada banyak tanaman bawang yang dipagari bambu kecil yang dibelah. Simbok menyarankan agar saya menanam bawang merah dan putih, katanya biar lengkap, tapi benar juga apa kata simbok he...
Tanpa basa basi, mumpung simbok lagi semangat berbagi pengalamannya, akhirnya saya meminta beliau mengajarkan cara menanam bawang putih. Saya langsung mengambil bawang putih di dapur dan meminta simbok memberikan arahan.


Memilih dan memilah bawang putih.

Sesuai arahan simbok, 
1. Pilih bawang putih yang bagus, mulus dan besar. 
2. Bawang yang terpilih dipotong sekitar 1/4 bagian atas (dibuang/buat masak), bagian bawah yang ada bagian keras-kerasnya tempat tumbuh akar yang ditanam. 
3. Bagian bawah yang akan ditanam, jangan sampai bagian kerasnya sebagai calon tumbuh akar hilang.
4. Tancapkan bawang putih ke media tanam jangan sampai tenggelam dan jangan ditutup media.
5. Biarkan dan tunggu sampai tunas bermunculan he...


Menancapkan bawang putih ke media tanam.

Karena simbok tidak begitu paham tentang akuaponik jadi langkah berikutnya saya ambil alih he... Penanaman bawang putih ini saya lakukan di akuaponik kolam koi, dengan media tanam pasir malang dan sistem pengairan dengan pasang surut dibantu siphon apung. Selesai menanam, tentu berharap tunas-tunas muda akan segera bermunculan. 
Seperti biasa, pagi hari sepulang olahraga pagi, saya selalu ke kebun untuk melihat tanaman dan hewan peliharaan sekaligus memberi mereka makan. Entah  berapa hari setelah tanam, ada tunas yang mulai muncul dan itu membuat hati ini senang. Hari-hari berikutnya selalu saya lihat, tunas yang muncul ternyata tidak bersamaan, yang membuat saya galau, beberapa bawang putih sudah terlihat mulai membusuk, tapi tetap saya biarkan saja tidak dicabut. Dan ternyata, meski bagian atas mulai seperti membusuk, tapi tetap ada yang tumbuh. Sampai hari ke-10 setelah penancapan/penanaman, ada 5 bawang putih yang tumbuh dengan ukuran berbeda-beda. Meski tidak banyak, tapi ada yang tumbuh itu sebuah pengalaman yang berguna.


Mulai tumbuh.



Ada 5 yang sudah tumbuh.


Meski belum tahu apakah nanti bisa berhasil, yang penting untuk saat ini bisa tumbuh itu sudah menyenangkan he... 

Sekian dulu ya... nanti saya bagikan lagi perkembangannya...