Saturday, 23 April 2016

Mengamati & mencoba menganalisa dalam menanam di akuaponik

Bulan Januari 2016, growbed akuaponik ibc dibongkar dan media tanamnya kami ganti dengan batu kerikil. Setelah penggantian kami coba tanami slada namun hasilnya sangat buruk.  Setelah slada gagal, kami coba tanam bayam, kebetulan kami menyemai dalam jumlah banyak di growbed akuaponik kolam koi. Meskipun terlihat kurang subur, tapi ada sesuatu yang justru membuat kami tergerak untuk mencoba mengamati, terlepas dari masalah minimnya sinar yang masuk ke akuaponik kami, karena sekarang akuaponik kami terhalang bangunan 2 lantai (sebelah timur) sehingga sinar benar-benar minim.  
Kami mencoba mengamati pertumbuhan bayam yang kami semai di akuaponik koi, yang kami tanam di growbed ibc dan beberapa bayam yang tumbuh sendiri di growbed akuaponik ibc. 


A. Bayam yang tumbuh subur.


B.  Bayam yang 'sekarat'.


Gambar di atas menunjukkan dua sisi yang berbeda. gambar pertama (atas) bayam terlihat tumbuh subur, tapi setelah kami coba cek(buka) terutama yang terdekat dengan aliran air, terlihat tanaman bayam menguning dan pertumbuhannya buruk sekali.  


C. Bayam di growbed ibc 


D. Bayam kecil di tengah terlihat berbeda 


E. Bayam 'thukulan' yang tumbuh subur.


Kami mencoba mengamati bayam-bayam lain yang ada di growbed akuaponik ibc. Gambar (C) adalah bayam dari semaian yang kami ambil dari growbed ember (gambar A). Pertumbuhan bayam growbed ibc lebih banyak yang menguning sebagai tanda kekurangan nutrisi, hanya beberapa yang terlihat besar dan lebih subur. Gambar D menunjukkan ada sebuah bayam kecil (ditengah) yang tumbuh sendiri tapi dari daunnya terlihat hijau. Hal yang sama juga terjadi pada gambar E, bayam yang tumbuh sendiri justru tumbuh dengan subur, jika dilihat dari warna daunnya.

Dari pengamatan gambar A, B, C, D dan E kami mencoba menganalisa. 
* Gambar A dan B menunjukkan bahwa, bayam yang jauh dari sumber air justru bisa tumbuh sangat subur, sedangkan yang berada di sekitar sumber air justru sebaiknya. 
* Gambar C, D dan E menunjukkan bahwa, bayam yang tidak kami tanam sendiri ('thukulan') yang tumbuh dipermukaan justru tumbuh dengan baik/subur, berbeda dengan bayam yang kami tanam di dalam pralon, mereka tumbuh tapi terlihat kurang subur dan cenderung daunnya menguning.

Dugaan awal kenapa bayam 'thukulan' dan bayam yang di growbed ember bisa lebih subur, karena mereka tidak tergenang air secara terus menerus. Sebagai tanaman darat kemungkinan hal itu sangat berpengaruh dalam proses penyerapan nutrisi.


F. Akar lebih dalam.


G. Akar lebih dangkal/di permukaan.

Setelah berhari-hari mencoba mengamati, dan mencoba menduga-duga, akhirnya kami mencoba mengamati lebih detail dari bayam yang kami tanam di growbed ibc, karena dari semua bayam, ada beberapa yang memang terlihat lebih subur.  Dan memang menarik, bayam yang kami tanam lebih dalam, pertumbuhannya kurang bagus, apalgi yang dekat dengan sumber air, sedangkan bayam yang kami tanam lebih dangkal pertumbuhannya lebih baik. 

Nah dari pengamatan ini kita bisa sedikit menyimpulkan sendiri mengapa ada yang subur dan ada yang tidak. Kami tak berani menyimpulkan, tapi kami hanya mencoba mengarahkan, siapa tahu ada yang mengalamai hal serupa. 
Jadi bagaimanapun teknik menanam dalam akuaponik perlu juga kita perhatikan. O iya... semua kami tanam dalam sistem pasang surut. Sementara demikian, selamat ber-akuaponik.

Salam Hijau

Wana Wana 

Friday, 11 March 2016

Belajar Memelihara Cacing

Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya niat untuk mencoba memelihara cacing dengan lebih serius 'terkabul' juga, walau sebenarnya, selama ini secara tidak langsung kami telah memelihara di pot tempat kami menanam sayuran dan juga di growbed akuaponik. 
Niat untuk memelihara cacing muncul lagi setelah sekian lama redup dan itupun 'akibat' dari kami melakukan proses pembongkaran growbed akuaponik ibc pada tanggal 11-12 Januari 2016. Waktu itu, selama proses pembongkaran kami menemukan banyak sekali cacing, rupanya mereka sudah baranak-pinak. Saking banyaknya, sebagian kami berikan ke hewan peliharaan kami, baik ayam maupun ikan yang ternyata cacing-cacing itu disantap dengan lahap he...


Proses pembongkaran growbed ibc


Cacing-cacing mulai terpojok he...


Dik Tirta mencoba mengenal cacing he...


Sebagian akan dipelihara lagi.

Dari melihat ayam dan ikan yang lahap menyantap cacing itulah, kami putuskan untuk membuatkan wadah khusus untuk cacing, dengan harapan kami dapat memanen cacing, memanen kotoran cacing dan juga cairan dari kotoran yang meresap. Cacing yang kami panen bisa untuk pakan ikan dan ayam yang tentunya kandungan gizinya pasti banyak. Kotoran cacingnya bisa kami gunakan untuk campuran media tanam sayuran di pot karena dari banyak penelitian kotoran cacing memiliki kandungan hara yang lengkap. Dan cairan yang terkumpul bisa digunakan untuk menyiram sayuran di pot.

Setelah melihat-lihat berbagai cara yang ada di dunia maya, akhirnya kami memilih memelihara dengan cara yang sederhana yaitu hanya dengan menggunakan bekas ember cat 25 kg. Jika ada yang tertarik, ini kami bagikan cara membuatnya..

Bahan 
1. 2 buah Ember cat 25 kg yang identik/sama.
2. 1 buah tutup ember cat (pasangan ember cat bahan 1).


2 ember cat dan 1 tutup.


Alat
1. Bor listrik.
2. Mata bor ukuran kecil (sekitar 2 mm).


Untuk langkah pembuatannya sangat sangat mudah yaitu,

1. Buat lubang pada tutup ember cat dengan jumlah yang banyak dengan ukuran kecil, fungsinya supaya udara bisa masuk sehingga cacing bisa bernafas. Lubang jangan terlalu besar, untuk menghindari hewan-hewan predator, jika tidak ada bor bisa menggunakan paku kecil yang dipanaskan.


Tutup ember cat yang dilubangi.


2. Buat lubang pada salah satu ember cat (ingat salah satu saja), fungsinya untuk keluar air, karena kotoran yang kita masukkan sebagian besar dalam kondisi basah.


Salah satu ember dilubang pada bagian bawah.

3. Jika tutup dan salah satu ember telah diberi lubang, pasangkan kedua ember tersebut, dengan posisi ember yang diberi lubang berada di bagian atas. 

Pemasangan ember,

4. Masukkan pupuk kandang sekitar 1/4 bagian saja supaya cacing mau tinggal dan merasa nyaman, bisa juga dicampur dengan tanah sedikit. 

5. Tempatkan wadah di daerah yang sejuk, supaya cacing benar-benar nyaman, jangan lupa diberi makan setiap hari.

Untuk makanan cacing, kami biasa memberinya sisa sayuran dapur, atau kulit pisang yang telah dipotong-potong kecil supaya cepat membusuk. Terkadang kami juga memberinya endapan kotoran ikan. O iya dari artikel yang pernah kami baca, jangan diberi makanan yang kandungan asamnya tinggi seperti jeruk dan makanan berminyak karena bisa membunuh cacing yang kita pelihara. Mungkin satu minggu sekali ember bagian atas diangkat untuk melihat apakah ada cairan di ember bagian bawah. Jika cairan sudah banyak, bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman dan jika cairan terlalu pekat bisa ditambahkan air kolam (kalo ada he..).


Cairan yang tertampung di ember bagian bawah.


Dedaunan yang jatuh ke kolam juga kami masukkan.

O iya sekarang kami sudah memiliki 3 buah wadah, karena cacing dari wadah pertama sudah terlalu banyak sehingga perlu kami pindah sebagian supaya hasil panenan juga lebih banyak he...


3 wadah cacing kami.

Demikian pengalaman kami dalam belajar memelihara cacing, semoga bermanfaat, dan maaf bila ada banyak kekurangan.

Terimakasih & salam hijau 

Wana Wana 

Friday, 5 February 2016

Pakan Alami Ikan Akuaponik Wana Wana

Salah satu upaya kami dalam membangun akuaponik adalah dengan memberi pakan alami untuk ikan-ikan kami.  Memang kami masih menggunakan pelet, tapi secara perlahan dominasi pelet akan kami geser dengan pakan alami. Pakan-pakan tersebut bisa didapatkan di lingkungan kami sendiri, karena kami sengaja menanam di pekarangan sempit kami.
Manfaat dengan pakan alami tentu banyak, akan tetapi yang paling jelas terasa adalah berkurangnya biaya pakan dan tidak lagi bergantung pada ketersediaan pakan pabrik yang terkadang sulit dicari he.... Lebih dari itu, dengan menyediakan pakan alami yang dibudidayakan sendiri, maka akan berdampak baik pula pada lingkungan kita, karena lingkungan menjadi lebih asri. Sebagai contoh daun murbei. Jika kita menanam pohon murbei, maka lingkungan kita menjadi lebih asri dan buahnya juga kita makan he...
Pernahkan kita mengkonsumsi ikan dari laut atau sungai yang belum tercemaryang hidup secara liar.. rasanya tentu lebih nikmat he.... Nah.. mungkin dengan pakan alami rasa daging ikan akan jauh lebih nikmat, dan  itu yang kami rasakan dari ikan-ikan yang diberi pakan alami.

Memang tidak banyak, hanya beberapa jenis pakan yang kami coba budidayakan dan masih dalam skala kecil, namun perlahan akan terus kami kembangkan. Beberapa pakan yang coba kami budidayakan antara lain : 

1. Duckweed.  
Bentuknya kecil seperti bintang, tapi perkembangbiakannya cepat sekali, kami coba mengembangbiakkan di filter kolam koi, jadi kami tak pernah memberinya pupuk he...


Duckweed di filter kolam koi.


Duckweed tampak dari dekat.

2. Azola
Bentuknya lebih besar dari duckweed, perkembangannya juga cepat, kami mengembangbiakkannya di wadah khusus yang selalu ter-aliri air dari filter kolam sehingga tak perlu kita pupuk azola sudah berkembangbiak sendiri dengan subur.


Azola di wadah yang selalu ter-aliri air kolam.


Wujud azola (yang hijau tua)


3. Talas
Ada banyak jenis  talas, namun jenis talas yang seperti di foto di bawah ini yang kami tanam, daunnya bisa besar jadi benar-benar mantap. Selain untuk pakan, kami terkadang juga menyantapnya dalam bentuk oseng-oseng sayur he.. Bagi yang belum tahu, perlu hati-hati karena getahnya jika mengenai kulit bisa menyebabkan gatal.



Tanaman talas.


4. Murbei.
Sebenarnya, awalnya  kami juga tidak tahu jika ikan-ikan kami mau makan daun murbei, kami hanya iseng saja. Setelah kami tahu, sekarang kami sering memberinya, apalagi pertumbuhan pohon murbei cepat sekali jadi stock yang ada sangat banyak. 


Sekali pemangkasan bisa banyak.



Daun murbei yang habis dilahap.


5. Cacing tanah
Untuk cacing tanah memang belum bagitu sering kami memberinya pakan, karena kami masih dalam tahap belajar membudidayakan secara kecil-kecilan. Semoga saja usaha kami membudidayakannya bisa berhasil dan stock pakan kami semakin beragam dan melimpah untuk ikan-ikan kami.


Cacing tanah yang kami panen dari growbed akuaponik ibc


6. Sayuran sisa.
Tidak semua sayuran yang akan kita olah dalam kondisi baik, sayuran yang terlalu tua atau kondisinya memang tidak layak terkadang diberikan ke ikan atau ayam. Lebih dari itu, sayuran seperti bunga kol, saat panen menyisakan daun-daun tua yang tidak diolah, jadi daun-daun tersebut bisa diberikan ke ikan sebagai pakan alami.


Saat panen bunga kol akuaponik, daunnya untuk ikan.


7. Dan lain-lain.
Masih ada banyak pakan alami lain yang bisa kita kembangkan, dan kita akan terus mencari dan mencoba membudidayakannya, sehingga benar-benar bisa bermanfaat lebih untuk kita dan lingkungan kita.

Sekian dulu, mari membudidayakan ikan akuaponik kita dengan pakan alami...

Salam Akuaponik.

Saturday, 9 January 2016

Perlukah Atap Untuk Akuaponik ?

Setiap kali ditanya apakah perlu atap untuk akuaponik, jawaban yang sering keluar adalah supaya tanaman tidak rusak, tidak terlalu panas dan mungkin sistem menjadi lebih awet, tapi kini, jawaban itu akan bertambah lagi seiring dengan pengalaman yang kami dapat.
Seiring banyaknya orang yang ingin belajar akuaponik, gubuk kami juga mulai banyak dikunjungi oleh pembaca yang ingin belajar akuaponik, setidaknya ingin melihat secara langsung bagaimana sistem akuaponik, karena dengan demikian akan mudah untuk membayangkan. Dari kunjungan itu, tentu tidak hanya kami yang memberikan pengalaman, namun juga sebaliknya sehingga sering terjadi tukar pengalaman meskipun tidak hanya seputar akuaponik. Dari sekian pengunjung, tidak sedikit yang ingin beralih dari petani hidroponik ke petani akuaponik sehingga kami pun bisa belajar juga tentang hidroponik terutama hal-hal teknis. Pernah suatu ketika kami berbagi mengenai fungsi atap dalam berhidroponik, namun waktu itu belum begitu menyadari, dan baru sekarang kami menyadari fungsi lebih dari atap dalam ber-akuaponik.

Musim panas tahun 2015 berjalan lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan hujan baru turun sekitar akhir bulan november dan air sumur kami sampai kekeringan, namun hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah bagi akuaponik. Saat musim panas, tanaman menjadi lebih baik karena matahari selalu bersinar tanpa terhalang mendung, hanya saja penambahan air menjadi lebih sering karena penguapan yang tinggi, namun sekali menambahkan jumlahnya tidak banyak.
Ketika hujan mulai turun kami sangat bersyukur karena itu artinya kekeringan akan segera sirna, dan sumur kami mulai terisi air lagi. Namun tak disangka, hujan awal yang turun rata-rata adalah hujan deras dan air kolam koi kami yang berada di luar langsung penuh oleh air hujan. Kami tak kawatir akan banyaknya air hujan yang masuk ke kolam koi kami, karena bertahun tahun kami mengalami hal itu dan koi kami masih tetap dalam kondisi baik, namun bagaimana dengan tanaman akuaponik kolam koi kami..?
Awalnya kami tak meyadari jika terjadi perubahan warna daun dari tanaman akuaponik kolam koi kami, karena memang proses itu berjalan secara perlahan, namun seiring waktu perubahan itu jelas terlihat. Kami mulai menyadari dan kemudian mencoba memutar kembali memori yang terjadi dengan akuaponik koi kami di tahun-tahun sebelumnya. Ada kemiripan dangan apa yang terjadi dengan tanaman kami saat musim hujan terjadi terutama dengan curah hujan tinggi, daun mulai menguning sebagai tanda pasokan nutrisi mulai berkurang. 


Kolam koi tanpa atap


Kami teringat dengan seorang pengujung yang berbagi pengalaman mengapa menggunakan atap dalan berhidroponik, salah satu alasannya adalah masuknya air hujan yang mungkin akan merubah kepekatan nutrisi dan mungkin hal-hal lain yang bisa terdeteksi dengan cara pengukuran. Dari situlah kami mulai mencoba meraba-raba, membandingkan dan menganalisa antara akuaponik kolam koi dengan dua sistem akuaponik yang lain yang kami pasang atap yaitu akuaponik kolam fiber dan akuaponik ibc. 
Akuaponik ibc dan akuaponik kolam fiber selama musim hujan tidak mengalami penambahan air hujan, jika ada penambahan itu hanya sedikit bahkan sangat sangat sedikit, sehingga tidak terlalu berpengaruh apa-apa. Sangat berbeda dangan akuaponik kolam koi, karena kolamnya memang tidak diberi atap sehingga ketika hujan, air bisa masuk dengan leluasa, bahkan saat deras, air bisa bertambah lebih dari 25% volume kolam. Kolam koi kami tidak luas, panjang kurang dari 2 meter, lebar sekitar 1,5 meter dan tinggi air antara 50-70 cm, jadi bisa dibayangkan jika hujan turun begitu deras, dan terjadi beberapa hari,  air kolam bisa seolah-olah berganti, dan pasti akan mempengaruhi keseimbangan sistem yang sudah terbentuk. 
Kami belum bisa menyimpulkan, tapi dari perubahan warna daun yang semula hijau menjadi kuning setelah terjadi hujan berhari-hari, bisa menjadi sebuah tanda bahwa air hujan dapat mempengaruhi sistem. Pengaruh itu tentu saja tergantung juga dari jumlah air hujan yang masuk ke dalam kolam. Dari pengalaman ini tentu bisa menjadi pertimbangan apakah kita membutuhkan atap dalam membangun akuaponik.       


Trimakasih
     

Saturday, 14 November 2015

Update-Akuaponik Kolam Koi II

Setelah mencoba menggunakan media arang kayu, dan mencoba memahami 'rumah' bakteri, akhirnya kami memutuskan untuk mengganti media tanam di akuaponik kolam koi. Kali ini kami mencoba menggunakan media pasir malang dan pecahan batu. 
Untuk pasir malang dari kesan pertama memang ada keunggulan yaitu ringan, seperti memiliki rongga-rongga, dan ketika dicoba mengaliri air, air dengan cepat bisa meresap dengan baik. Menggunakan media pasir malang menjadi lebih mudah dalam melakukan penanaman, selain itu melakukan pembibitan dari biji bisa langsung dilakukan karena biji tidak akan hanyut. 


Media pasir malang


Media kerikil berlapis.


Seiring waktu, kendala muncul, pasir malang mulai 'seret', di aliran masuk air menjadi tergenang akibat kotoran yang mulai menyumbat, selain itu lumut juga mulai tumbuh. Tentu ini akan menjadi masalah, sehingga mencari solusi yang lebih baik. 


Aliran air mulai terhambat kotoran
dan mulai ditumbuhi lumut.


Dari masalah yang kami hadapi dengan media pasir malang, kami akhirnya mencoba dengan lapisan berlapis dan aliran air pun kami modifikasi supaya aliran bisa langsung mengalir ke lapisan bagian bawah termasuk kotoran yang dibawanya. Media berlapis yang kami maksud adalah, 
1. Lapisan paling bawah diisi media ukuran yang agak besar sekitar 1-2 cm, tujuannya supaya endapan bisa terkumpul di lapisan bawah lebih banyak.
2. Lapisan tengah diisi media yang ukurannya lebih kecil.
3. Lapisan atas diisi pasir kasar, dalam hal ini bisa menggunakan pasir malang atau kerikil halus.

Karena sistem yang dibangun menggunakan sistem pasang surut, maka air pasang hanya menyentuh lapisan atas bagian bawah, sehingga permukaan tidak terlalu basah, dan saat disemai dari biji di lapisan atas, bisa tumbuh dengan baik. 


Lapisan berlapis


Untuk aliran air, kami memasang pipa yang bisa mencapai lapisan bawah, sehingga aliran air yang membawa kotoran halus bisa langsung mencapi lapisan bawah, dan endapan tidak lagi menghambat di permukaan.


Dipasang pipa sampai lapisan bawah, debit air
 juga bisa terlihat.


Sampai sejauh ini, untuk lapisan berlapis semua berjalan baik, tidak terjadi genangan air dan lumut yang tumbuh. Kami prediksi, memang akan ada kendala suatu saat nanti saat membongkar growbed, tapi itu biarlah menjadi sebuah cerita tersendiri nanti.




Oh..iya, untuk diketahui, adanya akuaponik, air kolam koi kami menjadi lebih jernih dan itu terjadi secara stabil, bahkan dampak panasnya elnino tak berpengaruh, air tetap jernih.


Jernih terus bertahan


Kami hanya ingin berbagi, semoga ada manfaatnya.

Trimakasih.

Friday, 30 October 2015

Jangan Meremehkan Bak Pengendapan (Akuaponik)

Pada pertengahan tahun 2011, kami membangun kolam koi di belakang rumah, dan kami menerapkan filter vegetasi yang dulu kami pelajari dari sini, dimana di bak pengendapan diberi tanaman untuk menyerap unsur hara. Untuk tanaman kami menggunakan kiambang, karena 'kerakusannya' menyerap unsur hara.
Setelah mencoba mengamati pertumbuhan kiambang, memang ada perbedaan kesuburan. Pada awalnya kiambang terlihat kurang subur, daun berwarna kekuningan sebagai tanda unsur hara belum tersedia banyak. namun seiring waktu, kami sempat kewalahan karena pertumbuhannya begitu pesat dan semakin banyak.


Kiambang di awal kami menanam.


Kiambang yang tumbuh lebih subur.

Sebelumnya, kami belum mengenal akuaponik, sehingga frekuensi membersihkan endapan kotoran lebih sering, mungkin bisa 1-2 bulan sekali. Dari pengalaman kami selama membersihkan bak pengendapan, memang ada perbedaan antara pengendapan bak ke-1 & ke-2. Bak ke-1 cenderung banyak sekali kotoran yang belum terurai sempurna, untuk dedaunan cenderung menjadi berlendir, dan jika dalam jangka waktu satu minggu saja tidak diambil, maka bak ke-1 akan berbau. Berbeda dengan bak pengendapan ke-2, kotoran yang mengendap teksturnya lembut seperti lumpur tapi tidak berbau. Bak pengendapan ke-2 lebih banyak diisi oleh kotoran yang sudah hancur dan terurai. 
Meskipun tidak secara langsung kami mengamati, akan tetapi seringnya kami melakukan pembersihan endapan, kami menjadi hapal dengan apa yang kami lihat. Dan untuk kasus tanaman, ada perbedaan yang memang menurut kami menarik, antara pertumbuhan sebelum dibersihkan dan sesudah dibersihkan. Sebelum dibersihkan, bak-2 akan terdapat banyak sekali endapan halus dan tanaman begitu subur, dengan warna hijau tua, setelah dibersihkan dan kiambang dikurangi, pertumbuhannya lebih lambat dan warna daun lebih cerah.

Setelah kini kami membangun akuaponik, secara tidak sengaja kami melihat ada hal-hal yang menurut kami memang perlu dicermati dari bak pengendapan. Kami mengenal akuaponik sejak pertengahan tahun 2012 dan beberapa kali kami membangun akuaponik dengan berbagai desain. Dari berbagai pengalaman itulah kami mencoba memutar lagi memori kami, karena kami menduga adanya peranan penting dari bak pengendapan terhadap kesuburan tanaman.    
Dimulai dari kiambang di filter kolam koi, jelas memperlihatkan adanya peranan endapan. Lebih dari itu, ketika kami sudah menerapkan akuaponik di kolam koi, dan setelah kami membersihkan endapan di bak ke-2, ternyata tanaman sayur akuaponik juga mengalami perubahan. Beberapa hari setelah pembersihan, banyak tanaman akan terlihat menguning.
Dan baru-baru ini, kami semakin yakin dengan apa yang kami duga, dan mungkin akan terlihat jelas perbedaanya jika kita melihat foto di bawah ini.


Saat pengendapan penuh kotoran


Setelah pengendapan dibersihkan.

Setelah kami membangun menara akuaponik, kami tidak menyangka sama sekali jika tanaman sawi tumbuh begitu subur, tanaman tumbuh besar dan daun berwarna hijau tua. Perlu diketahui, media hanya menggunakan kapas filter dan air dikucurkan melewati dinding pralon. Tapi setelah kami petik dan hanya menyisakan 1 tanaman, daun justru terlihat mulai menguning, dan itu terjadi setelah bak pengendapan dibersihkan. Dari kejadian ini semakin menegaskan akan dugaan itu, tentu saja kami juga memiliki beberapa bukti lain yang bisa menegaskan hal ini.  

Memang ada banyak yang coba diamati, tapi kejadian sawi di menara akuaponik inilah yang menurut kami 'telak'. Semoga apa yang coba kami amati ini benar adanya. 

Kami membangun akuaponik secara alami, jadi dengan cara mengamati kami mencoba untuk mempelajari. Dan tentu saja kami memiliki pegangan, bahwa alam ini tercipta secara sempurna jadi dengan cara alami semua bisa dilakukan, hanya butuh ketelatenan dan kesabaran untuk mengenalnya lebih dalam. 

Salam Akuaponik.


Saturday, 24 October 2015

Mencoba Memahami "Rumah" Bakteri (Akuaponik)

Dalam akuaponik, bakteri nitrifikasi memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan ikan dan tanaman, kehadirannya, merombak amoniak yang bisa meracuni ikan menjadi nitrit-nitrat yang tidak beracun bahkan menjadi nutrisi bagi tumbuhan. Salah satu sifat dari bakteri nitrifikasi adalah tidak bergerak atau nonmotil dan cenderung melekat pada suatu permukaan benda di sekelilingnya. Dengan sifat tersebut, membuat kita berfikir, jika di dalam filter atau di dalam wadah tumbuh (growbed) hanya ada sedikit benda/media, maka jumlah bakteri tersebut juga sedikit.

Jujur saya sendiri agak kesulitan untuk memahami "rumah" bakteri ini, dan butuh waktu lama untuk paham. Terkadang saat saya sedang, maaf "BAB" he..., saya sering terdiam untuk mencoba memahami, dan mencoba mencari, mengapa banyak artikel menyarankan untuk menggunakan media tertentu dan ukuran yang tertentu pula. Dari pengalaman sulitnya memahami, maka saya mencoba untuk memahami dengan cara saya sendiri. Dalam hal ini saya hanya mencoba memahami dari segi luasan media sebagai tempat bakteri melekat.

1. Jumlah media

Jika mengacu pada sifat bakteri yang melekat pada permukaan benda, maka jika tidak ada benda di dalam filter atau growbed, kemungkinan besar jumlah bakteri akan sangat sedikit. Saya memcoba membuat ilustrasi dengan memasukkan benda dalam sebuah tong.

Semakin banyak benda, semakin banyak bakteri
bisa melekat

Jika kita hanya memasukkan 1 buah benda, maka bakteri akan melekat pada permukaan benda tersebut. Jika semakin banyak benda kita masukkan, maka permukaan yang tersedia akan semakin luas, sehingga kemungkinan besar bakteri yang melekat pada benda-benda tersebut akan semakin banyak.

2. Ukuran media

Untuk 'mendapatkan' bakteri yang banyak, yang kita lakukan tentu bukan hanya mengisi tong supaya penuh dengan benda/media, tapi kita juga perlu mengetahui bagaimana caranya supaya benda yang kita isikan lebih efektif, sehingga bakteri yang menempel akan jauh lebih banyak. Di sini kami mencoba untuk mengetahui, apakah dengan memperkecil ukuran media, bakteri yang menempel akan semakin banyak ?





Dari gambar di atas, kami ingin mencoba mengetahui apa yang akan terjadi dengan luas permukaan sebuah balok utuh, yang kemudian dibagi menjadi 2 bagian, dan dibagi lagi menjadi 4 bagian. Dari hasil perhitungan yang kami lakukan, ternyata menunjukkan, dengan membagi sebuah benda menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, akan mendapatkan luas permukaan yang lebih besar. yang dapat kita ambil di sini, bahwa menggunakan materi/banda yang berukuran kecil, ternyata lebih baik jika dibandingkan menggunakan materi/benda yang lebih besar.
Mungkin itulah alasan mengapa dalam filter sebuah kolam atau akuarium digunakan media yang ukurannya tidak terlalu besar.

3. Media berpori/berongga.

Bagi yang suka dunia perikanan dalam sebuah sistem 'tertutup', peranan filter sangat penting sekali. Di dalam filter sendiri, sering kita jumpai media sebagai rumah bakteri dengan desain berongga, dan pertanyaannya mengapa harus berongga ?. Kami mencoba untuk menghitung dan membandingkan luasan balok tidak berongga dan yang berongga.



Menghitung luasan balok berongga dan tak berongga.

Setelah kami coba menghitung, ternyata balok berongga memiliki luasan yang lebih besar, dan itu artinya dengan bahan/materi berongga tentu akan semakin banyak bakteri yang bisa melekat.

*****

Dari 3 hal di atas, yaitu jumlah media, ukuran media, dan media berongga, tentu ada sedikit gambaran bagaimana kita akan membangun rumah bakteri. Mengapa saya mencoba menghitung dengan benda berbentuk balok, tujuannya supaya mempermudah saja. Mungkin kita bertanya, mengapa bioball bentuknya bulat, berongga dan ringan, demikian juga kaldnes yang memiliki bentuk silinder dengan banyak rongga dan 'sirip', mungkin dengan bentuk yang silinder, bola, akan memperkecil kontak antar permukaan benda, sehingga antar benda tersebut juga terdapat banyak rongga.

Apa yang saya coba pahami ini, hanya menyangkut luasan media saja, tentu masih banyak faktor lain yang akan mempengaruhi. Dan sekali lagi, saya hanya mencoba memahami dengan cara saya sendiri jadi maaf bila ada banyak kesalahan & kekurangan.




Salam Akuaponik

Saturday, 10 October 2015

Menara Sayur Akuaponik #1

Sudah lama ingin sekali membuat menara sayur untuk akuaponik, tapi belum kesampaian juga, karena waktu yang sangat terbatas. Dengan membuat menara sayur, harapannya akan lebih menghemat ruang. Meskipun sempit, dengan cara menanam secara vertical, tentu sayuran yang ditanam juga bisa banyak. 
Hingga pada suatu hari entah kapan he..., ada ide untuk membuat menara sayur akuaponik dari menara sayur yang selama ini digunakan untuk menanam dengan menggunakan media tanah. Dari pengalaman selama ini, ketika kami melakukan penyiraman, air tidak meluber keluar, bahkan tanahnya pun demikian, sehingga ada ide untuk mencoba merubahnya menjadi menara sayur akuaponik. 

Ide sudah ada, tapi terkendala ketinggian menara, jika harus menyediakan pompa lagi, rasanya bukan pilihan yang tepat, karena kami ingin tetap berhemat listrik. Jalan yang harus kami tempuh adalah menyesuaikan yang telah ada, jadi kami harus memotong menara menjadi dua bagian, supaya aliran air dari tong pengontrol bisa tetap mengalir.

Tanggal 15 September 2015, ditemani si kesil Dik Tirta, kami mencoba membuat dengan memanfaatkan barang-barang yang ada. Untuk percobaan awal ini, kami ingin melihat bagaimana perkembangan tanaman dengan model menara, apakah tanaman bisa tumbuh dengan baik.  


Bagian bawah menggunakan pot
dan tutup tong biru kecil.


Karena masih mencoba, kami hanya menggunakan busa/kapas filter untuk meletakkan tanaman, dan air yang melewati dinding pralon akan membasahi busa tersebut.


Begini cara kami meletakkannya.


Bagian bawah, memanfaatkan pot tanaman.


Kami menngunakan metode semprot ala "shower" he...


Bagian atas menara ditutup supaya tidak tumbuh lumut, dan
mengurangi penguapan.


Pengairan menggunakan model shower akan menjadi masalah apabila kotoran tidak ter-filter dengan baik. Beberapa hari setelah sistem berjalan, lubang shower tertutup kotoran, dan kami baru mengetahui setelah ada tanaman yang layu pada salah satu sisi.

Hari berganti, dan tak kami duga sayuran bisa tumbuh dengan subur. Kami (saya & istri) sampai heran, hanya dengan mengalirkan air ke dinding pralon supaya membasahi busa/kapas filter ternyata bisa subur. Dari ujicoba menara pertama ini, kami kemudian mengembangkan lagi, tentu dengan menggunakan media yang lain dan cara pengairan yang lain pula. 



Usia 10 hari, usai dipindah.


Usia 25 hari usai dipindah.


15 Oktober 2015

Jujur, saya tak mengira sawi di menara bisa tumbuh subur, tidak ada tanda-tanda kekurangan nutrisi. Sawi yang di tanah di pot, bahkan kalah jauh sekali, padahal semua disemai bersama.



Umur 30 hari dari pindah tanam.


Tampak dari atas.


Trimakasih..

Salam Akuaponik.